Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah kelas menengah terus mengalami penurunan sejak tahun 2019.
BERKURANGNYA jumlah mereka yang tergolong kelas menengah di Indonesia ramai diperbincangkan publik belakangan ini. Mengapa terjadi, apa dampak bagi perekonomian, bagaimana mengatasi, dan berbagai aspek lain dari fenomena tersebut.
Meski diskusi makin ramai, definisi dari kelas menengah dimaksud tidak terlampau jelas. Sebagian wacana hanya mengemukakan gejala atau indikasi, namun ada pula yang merujuk pada kajian pihak asing beberapa tahun lalu. Dikemukakan besaran kuantitatif persentase jumlah dan penurunannya.
Pihak yang kemudian memberi ukuran yang relatif cukup jelas dan kuantitatif adalah Badan Pusat Statistik (BPS). Pandangan BPS telah beberapa kali dikemukakan kepada publik. Salah satu penjelasan yang cukup komprehensif adalah paparan dalam rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 28 Agustus lalu.
Topik kelas menengah menjadi salah satu bagian dari paparan Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti yang berjudul “Menjaga Daya Beli sebagai Fondasi Perekonomian Indonesia”. Dijelaskan mengenai definisi, perkembangan jumlah dan karakteristik ekonomi dari kelas menengah.
BPS memakai data susenas dan ukuran Garis Kemiskinan (GK) bulan Maret yang dinyatakan sebagai nilai rupiah pengeluaran per orang per bulan. Kelas menengah didefinisikan sebagai penduduk yang memiliki pengeluaran antara 3,5 kali GK sampai dengan 17 kali GK. Menurut BPS, ukuran mengikuti Bank Dunia dalam publikasinya pada tahun 2019.
GK sendiri mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, yang pada Maret 2024 sebesar Rp582.932. Dengan demikian, batas bawah kelas menengah sebesar Rp2.040.262 dan batas atas sebesar Rp9.909.844. Nominal batas bawah dan batas atas ini mengalami kenaikan tiap tahun, sesuai kenaikan GK.
Dalam paparan, secara keseluruhan penduduk oleh BPS dibagi menjadi lima kelompok. Ukuran Kelas Atas adalah mereka yang pengeluarannya lebih dari 17 kali GK. Ada yang disebut kelompok Menuju Kelas Menengah dengan ukuran 1,5 kali GK sampai 3,5 kali GK.
Adapun dua kelompok terbawah adalah yang disebut BPS sebagai Rentan Miskin dengan ukuran 1 kali GK sampai dengan 1,5 kali GK. Pada Maret 2024 ukurannya adalah pengeluaran sebesar Rp582.932 sampai Rp874.398 per orang per bulan. Sedangkan kelompok miskin yang di bawah GK.
Menurut BPS, jumlah dan persentase penduduk Kelas Menengah mulai menurun pasca-pandemi. Jumlahnya masih sebanyak 57,99 juta orang pada tahun 2019, berkurang menjadi 47,85 juta orang pada tahun 2024. Oleh karena jumlah penduduk bertambah, penurunan persentase tampak lebih signifikan, dari 21,45% menjadi 17,13%.
Sedangkan jumlah dan persentase penduduk menuju kelas menengah justru bertambah. Dari sebanyak 128,85 juta orang pada 2014 menjadi 137,50 juta orang. Secara persentase, dari 48,20% menjadi 49,22%.
Kelompok rentan miskin juga meningkat, dari sebanyak 54,97 orang pada 2019 menjadi 67,69 juta orang pada 2024. Secara persentase meningkat dari 20,56% menjadi 24,23%.
Berdasar data BPS tersebut, tampak banyak penduduk kelas menengah turun menjadi kelompok menuju kelas menengah, bahkan kelompok rentan miskin. Bisa pula secara bersamaan, sebagian yang menuju kelas menengah menjadi rentan miskin.
Secara besaran agregat, memang tidak terjadi penurunan berarti ke kelompok miskin. Kelompok miskin memang sedikit bertambah secara absolut, dari 25,14 juta menjadi 25,22 juta, namun menurun secara persentase.
Data BPS juga menunjukkan bahwa sebagian cukup besar dari mereka yang saat ini masih termasuk kelompok kelas menengah terancam turun kelas pada tahun-tahun mendatang. Kebanyakan mereka memiliki pengeluaran yang dekat dengan batas bawah. Dicerminkan dari modus data populasinya hanya sebesar Rp2.056.494 atau hanya Rp16.232 di atas batas bawah kelas menengah.
Selisih data modus dengan batas bawah ini terus berkurang selama sepuluh tahun terakhir. Dengan kata lain, meski masih bertahan di kelas menengah sebenarnya kebanyakan mereka sudah mendekati kelompok menuju kelas menengah. Jika terjadi pelemahan atau guncangan perekonomian apalagi resesi, maka berpotensi besar untuk turun kelas.
Data BPS tentang kelas menengah dan kelompok menuju kelas menengah ini bisa mengonfirmasi pendapat tentang penurunan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Termasuk menjelaskan sebagian penyebab inflasi yang rendah, bahkan deflasi belakangan ini. [adj]