IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesiadi kisaran 5,06% hingga tahun 2029. Hal ini jauh dari ambisi pemerintah untuk bisa tumbuh 8% dalam waktu 5 tahun mendatang.
PERTUMBUHAN ekonomi Indonesia diproyeksikan oleh International Monetary Fund (IMF) hanya akan stabil di kisaran 5,06% hingga tahun 2029. Salah satu dasarnya adalah perkembangan investasi yang juga diproyeksikan stagnan di kisaran 29,40%. Dengan demikian, ambisi Presiden Prabowi memacu pertumbuhan hingga 8% tidak akan bisa dicapai berdasar proyeksi ini.
Laporan tentang prospek Ekonomi Dunia atau World Economic Outlook (WEO) terkini dipublikasi pada minggu lalu. WEO biasanya diterbitkan dua kali setahun pada April dan Oktober, dengan pemutakhiran data pada januari dan Juli.
WEO menyajikan proyeksi ekonomi jangka pendek dan menengah beserta argumen dan narasinya. Selain tentang ekonomi dunia secara keseluruhan dan per kawan, disinggung pula beberapa negara.
Sebenarnya, disediakan basis data masing-masing negara dalam hal beberapa indikator yang utama, meski tidak dinarasikan dalam dokumen laporan. Proyeksi disajikan untuk data tahun 2024 sampai dengan tahun 2029. Terdapat data dan proyeksi Indonesia dalam basis data tersebut.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 berjalan diprakirakan hanya sebesar 4,96%, atau lebih rendah dari asumsi APBN yang 5,2% dan outlooknya yang 5,1%. Proyeksi tahun 2025-2029 pun selalu di bawah 5,1%, dengan rata-rata sebesar 5,06% per tahun.
Proyeksi itu bisa dibandingkan dengan proyeksi Nota Keuangan dan RAPBN 2025 yang dinyatakan dalam rentang besaran. Dapat diambil nilai tengahnya untuk perbandingan. Proyeksinya jauh lebih tinggi dari proyeksi IMF, secara rata-rata untuk kurun 2025-2029 sebesar 5,76%.
Terdapat pula proyeksi tentang investasi dalam pengertian Pembentukan Modal Tetap Bruto pada perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) dan dinyatakan sebagai persentase atas PDB. Prakiraan untuk tahun 2024 berjalan ini sebesar 29,43%. Kemudian diproyeksikan stagnan hingga tahun 2029.
Secara rata-rata, porsi investasi dalam PDB pada 2025-2029 sebesar 29,40%. Lebih rendah dari era 2015-2024 yang sebesar 31,31%, serta era 2005-2014 yang sebesar 30,10%.
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) terkini, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) hanya tumbuh sebesar 4,11% pada semester I-2024. Kemungkinan setahun ini akan tumbuh lebih rendah atau hanya setara dengan tahun 2023 yang sebesar 4,40%. Masih jauh lebih rendah dibanding era sebelum pandemi, yang rata-rata pada 2015-2019 mencapai 5,35%.
Dengan kata lain, komponen PMTB atau investasi belum berhasil ditingkatkan signifikan selama dua tahun terakhir. Bahkan, jika dilihat pertumbuhan subkomponen dari PMTB, maka kapasitas produksi perekonomian tidak memadai untuk pertumbuhan tinggi pada tahun-tahun mendatang. Antara lain dicerminkan pertumbuhan subkomponen Mesin dan Perlengkapan serta subkomponen peralatan lainnya.
Indikator ekonomi utama lain yang diproyeksikan oleh IMF adalah kondisi transaksi berjalan, yang merupakan neraca perdagangan barang dan jasa secara keseluruhan. Neraca ini diproyeksikan akan terus defisit hingga tahun 2029 dengan nilai nominal yang membesar. Sedangkan secara persentase atas PDB, stagnan di kisaran 1,5%.
Defisit Transaksi Berjalan bukan lah hal yang menggembirakan, antara lain akan memberi tekanan pada posisi cadangan devisa. Pada giliran berikutnya mengurangi kemampuan mengimpor barang modal atau bahan baku untuk produksi dalam negeri. Secara langsung pun mengurangi kontribusi ekspor dalam pertumbuhan ekonomi, bahkan secara neto bisa bersifat kontraksi di masa mendatang.
Dari beberapa proyeksi di atas, wajar jika proyeksi tingkat pengangguran pun tidak menggembirakan. Tingkat pengangguran memang tidak diproyeksikan memburuk, namun stagnan sebesar 5,1% pada kurun 2025-2029. Hal itu berarti dari aspek jumlah penganggur justeru akan bertambah, karena ada pertumbuhan Angkatan Kerja tiap tahunnya.
Dari uraian tentang proyeksi IMF dalam beberapa indikator di atas, ambisi Presiden terpilih Prabowo untuk tumbuh 8% nyaris mustahil direalisasikan dalam waktu 5 tahun mendatang. Kemungkinan bisa saja jika ada perubahan yang sangat signifikan, misalnya dalam hal investasi dan perbaikan transaksi berjalan.
Sebenarnya ada proyeksi IMF pula tentang kondisi fiskal, seperti pendapatan negara, belanja negara, defisit anggaran, dan utang pemerintah. Proyeksinya memang tidak terlampau buruk, namun juga sulit dikatakan baik. Defisit diproyeksikan terkendali namun tetap lebar, sehingga utang dipastikan akan bertambah besar.
Bahkan tampak diasumsikan Pemerintah Indonesia akan melaksanakan disiplin fiskal yang ketat, antara lain mengendalikan laju belanja. Padahal, salah satu peluang agar pertumbuhan ekonomi menjadi jauh lebih tinggi adalah mengenjot peran fiskal. [rif]