Oleh: Awalil Rizky, ekonom Bright Institute
Kondisi sehari-hari pekerja tak dibayar ini sebenarnya serupa pengangguran. Namun dalam definisi bekerja dari BPS, mereka tercatat sebagai telah bekerja, karena membantu orang lain memperoleh penghasilan atau keuntungan.
TINGKAT pengangguran Terbuka (TPT) diumumkan oleh BPS mengalami penurunan dibanding setahun lalu, menjadi sebesar 4,91% pada Agustus 2024. Keadaan ini pertama kali lebih rendah dibanding era pra pandemi, yakni sebesar 5,28% pada Agustus 2019. Meski demikian, jumlah penganggur masih lebih banyak, yakni 7,47 juta orang berbanding 7,05 juta orang.
Informasi BPS tentang keadaan pekerja Agustus 2024 mencakup berbagai karakteristik pekerja dan penganggur. Diantaranya: jam kerja, pendidikan, lapangan usaha atau sektor, status pekerjaan, dan lain sebagainya. Pencermatan atas hal itu mengindikasikan besarnya masalah ketenagakerjaan yang dihadapi Indonesia.
Berbagai kajian internasional menemukan fenomena paradoks tingkat pengangguran yang rendah di banyak negara berkembang dan negara berpendapatan rendah. Di negara industri maju, tingkat pengangguran yang rendah disertai pula oleh tingkat kemiskinan yang rendah. Sedangkan di negara berkembang, justeru sering menyamarkan kondisi kemiskinan yang substansial.
Di kebanyakan negara berkembang dan berpendapatan rendah, tidak tersedia jaminan perlindungan sosial. Contohnya asuransi pengangguran dan tunjangan kesejahteraan. Akibat kondisi itu, hanya mereka yang relatif kaya yang mampu menganggur.
Bahkan, pengangguran merupakan kondisi mewah, karena hanya mereka yang mempunyai tabungan atau pendapatan di luar pekerjaan (non labor income) yang bisa menganggur. Sementara mereka yang miskin, tidak bisa menganggur, mereka harus bekerja apa saja untuk dapat hidup (too poor to be unemployed).
Hipotesa umum di atas tampak terjadi di Indonesia dilihat dari berbagai data yang disajikan oleh BPS. Salah satunya berupa persentase dari angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja disebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK bisa dianalisis sebagai salah satu potensi pertumbuhan ekonomi, namun kondisi terkini menggambarkan keterpaksaan ekonomi untuk mencari pekerjaan.
TPAK pada Agustus 2024 sebesar 70,63%, merupakan yang tertinggi selama belasan tahun ini, dan mengindikasikan keterpaksaan banyak penduduk usia kerja masuk pasar tenaga kerja. Dipertegas oleh TPAK Agustus yang lebih tinggi dibanding Februari pada tahun 2023 dan 2024. Lazimnya lebih rendah karena dinamika ekonomi yang didorong panen raya atau persiapannya pada bulan Februari.
Dilihat secara sektoral, pekerja terbanyak bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang mencapai 40,76 juta orang pada Agustus 2024. Merupakan jumlah terbanyak untuk bulan Agustus selama belasan tahun terakhir. Bisa dikatakan, sektor ini terpaksa menampung banyak tenaga kerja melampaui kapasitasnya untuk memberi imbalan kerja yang wajar.
Jika dilihat dari status pekerjaan, maka pekerja keluarga atau pekerja tak dibayar masih sangat banyak dan cenderung bertambah. Jumlahnya mencapai 19,29 juta orang pada Agustus 2024 merupakan yang terbanyak selama ini. Padahal, sempat cenderung menurun selama era 2013-2019, hanya 14,76 juta orang pada 2019.
Kondisi sehari-hari mereka ini sebenarnya serupa pengangguran. Namun dalam definisi bekerja dari BPS, mereka tercatat sebagai telah bekerja, karena membantu orang lain memperoleh penghasilan atau keuntungan.
Sementara itu, persentase setengah pengangguran pada Agustus 2024 yang sebesar 8,00% terbilang cukup tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hanya lebih rendah dibanding keadaan tahun 2020 dan 2021. Mereka bekerja kurang dari jam normal (35 jam seminggu) dan masih mencari tambahan jam kerja atau pindah pekerjaan.
Keadaan ketenagakerjaan Indonesia dicirikan pula oleh tingkat pengangguran yang lebih rendah terjadi pada pendidikan SD ke bawah, yaitu sebesar 2,32% pada Agustus 2024. Disusul pendidikan SMP yang tercatat 4,11%. Dapat diartikan bahwa sebagian pekerjaan yang tersedia kurang layak dan memang lebih untuk yang berpendidikan rendah.
Diperburuk fenomena banyak orang yang melanjutkan sekolah tinggi dengan harapan setelah lulus bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Akan tetapi lapangan pekerjaan yang terbuka untuk itu pun masih belum sesuai dengan harapan.
Secara umum bisa disimpulkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia tidak cukup mencerminkan kondisi ketenagakerjaan yang sebenarnya memburuk. Banyak dari mereka yang bekerja sebenarnya belum mempunyai pekerjaan yang layak. Sebagian cukup besar dari mereka harus bekerja apa saja untuk dapat bertahan hidup. [rif]