Ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2024 kemungkinan hanya akan tumbuh di bawah 5%.
PERTUMBUHAN ekonomi Indonesia pada Triwulan I-2024 diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 5,11%. Capaian yang dinilai cukup baik oleh banyak pihak yang sempat memprakirakan akan lebih rendah. Namun sebenarnya angka pertumbuhan tersebut hanya sedikit lebih baik dibanding tahun 2023, serta bersesuaian saja dengan capaian tahun-tahun yang lebih lama.
Perlu dicermati bahwa tiga sektor yang berhasil tumbuh amat tinggi justeru yang berporsi tidak besar dalam struktur Produk Domestik Bruto (PDB), serta menyerap tenaga kerja yang relatif sedikit, yaitu: sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib (18,88%); sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (11,64%); dan sektor jasa perusahaan (9,63%).
Selain bukan merupakan sektor yang menjadi fundamen perekonomian, keberlanjutan tumbuh tingginya juga sulit dipertahankan. Salah satunya karena tidak ditopang oleh kemajuan industrialisasi yang terhambat.
Sektor industri pengolahan hanya tumbuh 4,13%, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi. Juga lebih rendah dibanding triwulan I tahun 2022 dan 2023. Berdasar kecenderungan selama ini, pertumbuhan setahun nantinya akan sulit melampaui 5,0%. Nyaris bisa dipastikan pula akan berada di bawah laju pertumbuhan ekonomi.
Kecenderungan sektor industri tidak mampu tumbuh tinggi dan lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi telah terjadi satu sejak tahun 2013. Kinerja ini melanjutkan kecenderungan deindustrialisasi prematur yang telah terjadi sejak 3 dekade lalu.
Industri pengolahan memang masih memberi andil pertumbuhan ekonomi yang tertinggi. Sebesar 0,86 persen poin dari pertumbuhan ekonomi sebesar 5,11%. Namun andil atau sumbangan tersebut relatif lebih rendah dibanding tahun-tahun lampau yang kisaran 1 persen poin.
Dalam hal porsinya atas PDB, sekilas terjadi sedikit perbaikan menjadi 19,28% dibanding triwulan I tahun 2023 yang sebesar 18,57%. Namun, perbaikan ini belum mengindikasikan reindustrialisasi seperti yang diharapkan. Antara lain dicirikan peningkatan porsi lebih ditopang oleh kenaikan industri makanan dan minuman, serta industri logam dasar.
Dilihat dari berbagai subsektor yang menopang kinerja industri pengolahan hingga masih mampu tumbuh 4,13% dan meningkatkan porsinya dalam PDB, maka akan sulit ditingkatkan lagi pada tahun-tahun mendatang. Baik dalam konteks reindustrialisasi maupun andil dalam pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan industri belakangan ini antara lain diperkuat oleh produksi sektor pertambangan yang diolah, yang secara popular disebut hilirisasi. Pada saat bersamaan, sektor pertambangan mengalami pertumbuhan tinggi. Tumbuh hingga mencapai 9,31% pada triwulan I-2024. Melanjutkan kinerja tahun 2023 yang tumbuh sebesar 6,12%.
Meski tumbuh tinggi dan memiliki porsi atas PDB yang cukup besar, keberlanjutan kinerja bagus dari sektor pertambangan masih mengkhawatirkan. Selain karena berasal dari sumber daya alam yang tak terbarukan, kinerjanya sangat bergantung pada perkembangan harga global yang tidak stabil.
Sementara itu, kinerja industri pengolahan terdongkrak oleh subsektor industri pengolahan makanan dan minuman. Namun, subsektor ini tampak makin mengandalkan bahan baku atau penolong dari impor. Sekurangnya tidak mendorong pertumbuhan sektor pertanian domestik sebagai bahan baku.
Sektor pertanian justeru mengalami kontraksi atau tumbuh minus 3,54% pada Triwulan I-2024. Kondisinya melanjutkan tren pertumbuhan tahunan sektor ini yang selama lima tahun selalu di bawah 2%. Bahkan, rata-rata selama era Presiden Jokowi hanya mencapai 2,86% per tahun.
Dari uraian terkait kondisi pertumbuhan beberapa sektor di atas, maka selama setahun 2024 kemungkinan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh di bawah 5%. Sektor yang tumbuh tinggi pada Triwulan I berisiko melambat. Pada saat bersamaan, sektor besar seperti pertanian dan industri pengolahan belum mampu tumbuh tinggi.
Risiko tumbuh yang lebih rendah itu diindikasikan pula oleh kondisi pertumbuhan ekonomi dilihat dari sisi pengeluaran. Pertumbuhan memang masih ditopang konsumsi rumah tangga yang mampu tumbuh 4,91% pada Triwulan I-2024. Lebih baik dibanding kondisi 2–3 tahun sebelumnya.
Namun hanya di kisaran serupa bahkan sedikit lebih rendah dibanding era pra-pandemi. Padahal, kondisinya cukup terbantu momen Ramadan yang mendorong pertumbuhan konsumsi makanan dan minuman.
Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) memang tumbuh lebih tinggi dibanding tahun 2023, namun lebih rendah dibanding tahun 2022. Dan lebih rendah dibanding era pra-pandemi.
Komponen pengeluaran yang tumbuh sangat tinggi adalah konsumsi pemerintah. Hal itu terutama akibat kenaikan realisasi belanja barang, terutama pada kegiatan pelaksanaan dan pengawasan Pemilu 2024, serta kenaikan realisasi belanja pegawai. Bisa dipastikan tidak akan dialami lagi pada tiga triwulan selanjutnya. []