Penghasilan Bank Indonesia pada 2023 merupakan yang terbesar selama ini dan mengalami kenaikan tertinggi. Kenaikan mencapai 56,33% dibanding 2022
BANK Indonesia dilaporkan memperoleh penghasilan selama setahun sebesar Rp189,87 triliun. Sedangkan pengeluaran yang disebut sebagai Beban mencapai Rp142,97 triliun. Dengan demikian, Bank Indonesia mengalami surplus sebesar Rp46,91 triliun. Setelah dikurangi pajak, surplusnya menjadi Rp36,31 triliun.
Surplus setelah pajak tahun 2023 lebih besar dibandingkan tahun 2022 yang hanya sebesar Rp21,76 triliun. Merupakan surplus terbesar selama lima tahun terakhir. Sempat mencapai Rp61,33 triliun pada tahun 2015. Namun juga sempat relatif kecil pada tahun 2017, yang hanya Rp5,28 triliun.
Penghasilan Bank Indonesia pada 2023 merupakan yang terbesar selama ini dan mengalami kenaikan tertinggi. Kenaikan mencapai 56,33% dibanding 2022. Selama tiga tahun terakhir terus meningkat, setelah sebelumnya sempat mengalami penurunan.
Penghasilan Bank Indonesia disajikan dalam lima komponen dalam Laporan Tahunan Keuangan Bank Indonesia (LTKBI). Yaitu: Pelaksanaan Kebijakan Moneter, Pengelolaan Sistem Pembayaran, Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial, Pendapatan dari Penyediaan Pendanaan, Pendapatan Lainnya.
Pada dasarnya yang menjadi penghasilan utama Bank Indonesia adalah dari Pelaksanaan Kebijakan Moneter. Pada 2023, komponen ini mencapai Rp189,40 triliun atau 99,75% dari seluruh penghasilan.
Penghasilan dari komponen Pelaksanaan Kebijakan Moneter tahun 2023 terdiri dari tujuh kelompok. Yaitu: Pendapatan Bunga, Pendapatan Transaksi Syariah, Pendapatan Bunga SBN Pemulihan Ekonomi Nasional, Pendapatan Bunga SBN dalam rangka Kesehatan dan Kemanusiaan, Pendapatan imbalan SBN syariah dalam rangka Kesehatan dan Kemanusiaan, Transaksi Aset Keuangan, Selisih Kurs Transaksi Valuta Asing, dan Pendapatan Lainnya.
Pendapatan bunga pada 2023 mencapai Rp75,32 triliun, yang merupakan rekor tertinggi selama ini. Porsinya mencapai 39,67% dari total penghasilan Bank Indonesia.
Perhitungan Pendapatan bunga perlu ditambahkan dengan dua kelompok penghasilan lainnya untuk bisa dibandingkan dengan tahun-tahun lampau. Yaitu: Pendapatan Bunga SBN Pemulihan Ekonomi Nasional sebesar Rp24,65 triliun dan Pendapatan Bunga SBN dalam rangka Kesehatan dan Kemanusiaan sebesar Rp26,26 triliun. Nilainya mencapai Rp126,23 triliun atau sekitar 66,48% dari total penghasilan.
Dapat pula ditambahkan lagi dengan transaksi atas dasar prinsip syariah yang memberi pendapatan sebesar Rp4,26 triliun. Ada pula Pendapatan imbalan SBN syariah dalam rangka Kesehatan dan Kemanusiaan yang sebesar Rp1,03 triliun.
Kelompok Transaksi Aset Keuangan menyumbang pendapaan sebesar Rp7,45 triliun. Kelompok ini menampung pendapatan yang bersifat keuntungan neto setelah memperhitungkan kerugian. Antara lain keuntungan dari transaksi penjualan emas, surat berharga, dan transaksi derivatif.
Kelompok pendapatan dari selisih kurs transaksi valuta asing pada 2023 sebesar Rp40,38 triliun atau 21,27% dari total penghasilan. Meningkat sangat pesat mencapai 61,31% dibanding tahun 2022 yang hanya sebesar Rp19,59 triliun. Pendapatan kelompok ini biasanya memang memberi kontribusi besar dalam penghasilan, sempat mencapai 66,57% pada tahun 2015.
Pendapatan selisih kurs transaksi valuta asing makin besar jika volatilitas kurs rupiah makin tinggi. Bank Indonesia menetapkan kurs yang berbeda antara posisi sebagai penjual dan sebagai pembeli valuta asing.
Komponen penghasilan selain Pelaksanaan Kebijakan Moneter memberi kontribusi relatif kecil. Antara lain: Sistem Pembayaran sebesar Rp219,75 triliun, Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial sebesar Rp11,51 miliar, Pendapatan dari Penyediaan Pendanaan sebesar Rp80,60 miliar, serta Pendapatan Lainnya sebesar Rp160,23 miliar.
Informasi kenaikan pesat penghasilan Bank Indonesia pada 2023 di atas menarik untuk dicermati, apalagi jika dikaitkan dengan dinamika sektor moneter dan keuangan. Secara sepintas tampak bahwa pelemahan nilai tukar rupiah justeru memberi kontribusi besar bagi penghasilan. Tepatnya dalam kondisi volatilitas kurs harian yang cukup tinggi.
Begitu pula dengan pendapatan bunga dan yang sejenisnya meningkat seiring dengan kenaikan BI rate dan bunga lending facility. Tentu bukan hanya tingkat bunga melainkan besaran transaksinya. Ditambah dengan tingkat diskonto atau yield SBN di pasar sekunder berkenaan dengan kepemilikan Bank Indonesia.
Dibutuhkan penelisikan lebih lanjut atas berbagai kondisi yang saling berkaitan tersebut. Peningkatan penghasilan Bank Indonesia secara amat signifikan memang tak bisa diartikan sebagai pemburukan kondisi moneter dan keuangan. Akan tetapi juga bukan lah petanda baik, karena isyarat stabilitas dan kepastian yang menurun.[]