Kemiskinan ekstrem sulit ditangani di Indonesia sebab data terkait itu (by name by address) tidak tersedia.
“ANGKA miskin ekstrem juga turun signifikan menjadi 0,83% di tahun 2024,” kata Jokowi dalam pidato pengantar RAPBN 2025 tanggal 16 Agustus lalu. Dokumen Nota Keuangan RAPBN 2025 pun menyebut bahwa tingkatnya turun signifikan dalam 10 tahun terakhir. Dari sebesar 6,20% pada 2014 menjadi 0,83% pada Maret 2024.
Pengurangan kemiskinan ekstrem merupakan agenda prioritas pemerintah pada periode kedua Jokowi. Bahkan, Jokowi menyampaikan arahan dalam rapat terbatas mengenai strategi percepatan pengentasan kemiskinan pada 4 Maret 2020 bahwa kemiskinan ekstrem ditargetkan turun menjadi nol persen pada 2024.
Akan tetapi pada saat itu sebenarnya belum disepakati ukuran apa yang dipakai. Rujukan yang paling dikenal adalah ukuran internasional dari Bank Dunia, yaitu pengeluaran di bawah US$1,9 per hari per orang. Namun perlu diketahui bahwa, konversinya dalam rupiah mengikuti perhitungan paritas daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP).
Definisi tersebut dipakai dalam beberapa kajian dan dokumen yang dipublikasi oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Antara lain dapat dibaca dari salah satu dokumen publik TNP2K rilis pada Agustus 2022 dengan judul Ringkasan Kebijakan Penentuan Wilayah Prioritas Kemiskinan Ekstrem 2021–2024.
Data tingkat kemiskinan ekstrem yang merujuk standar Bank Dunia sebenarnya telah disebut oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 2018. Disajikan dalam publikasi tahunan tentang Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), yang merupakan terjemahan BPS dari Sustainable Development Goals (SDGs).
Publikasi TPB tahun 2018–2022 masih memakai ukuran US$1,9 PPP dengan estimasi tertentu dari BPS. Data dalam publikasi itu relatif konsisten, sehingga bisa disusun serial data kurun tahun 2010–2021. Datanya relatif bersesuaian dengan data TNP2K.
Perubahan signifikan dilakukan pada publikasi TPB tahun 2023 yang dirilis BPS pada bulan Desember. Data yang disajikan pada halaman 22 merujuk pada ukuran Bank Dunia yang sudah berubah, yakni sebesar US$2,15 PPP. Dokumen menampilkan data tahun 2018–2022 yang persis data Bank Dunia.
Dua versi data yang sama-sama dikemukakan oleh dokumen resmi BPS memperlihatkan perbedaan signifikan kondisi pada satu tahun yang sama. Sebagai contoh, berdasar publikasi TPB tahun-tahun sebelumnya, tingkat kemiskinan ekstrem pada tahun 2019 adalah sebesar 3,7%. Sedangkan menurut publikasi TPB tahun 2023 sebesar 4,4%.
Perlu dibayangkan bahwa selisih 0,7% pada tahun 2019 itu berarti berbeda signifikan dalam jumlah absolut penduduk miskin ekstrem. Selisih sekitar 1,87 juta orang lebih banyak.
Oleh karenanya perlu dipastikan ukuran apa dengan perhitungan yang bagaimana angka yang kini diutarakan oleh Presiden Jokowi dan para pejabat lainnya. Belakangan, angka tingkat miskin ekstrem yang sering dikemukakan adalah sebesar 0,83% pada tahun 2024.
Tingkat kemiskinan ekstrim hingga menjadi sebesar itu kemudian disampaikan dalam rentang waktu sejak tahun 2014 oleh BPS. Tepatnya dalam salah bahan paparan Plt. Kepala BPS pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR tanggal 28 Agustus 2024.
Disebut bahwa angka kemiskinan ekstrem tahun 2014–2023 memakai garis US$1,9 PPP 2011 Revised maupun US$2,15 PPP 2017 yang dikutip dari publikasi Bank Dunia. Sedangkan angka tahun 2024 dengan garis US$1.9 PPP 2011 Revised. Revised dimaksud merupakan hasil estimasi BPS setelah konfirmasi nilai konversi rupiah terhadap PPP dengan tim Bank Dunia.
Dengan demikian, angka-angka yang terdapat dalam dokumen pemerintah menjadi makin beragam. Kembali memakai contoh tahun 2019, yang dalam versi BPS RDP DPR ini hanya sebesar 2,70%. Di atas tadi kita sudah memiliki dua versi, yaitu versi TPB 2018–2022 sebesar 3,7% dan versi TPB 2023 sebesar 4,4%.
Sementara itu, versi laman Bank Dunia sendiri untuk data Indonesia menyajikan 4,4% untuk tahun 2019, serupa dengan versi TPB 2023. Data terkininya baru sampai tahun 2023 yang sebesar 1,9%. Ukuran yang dipakai adalah US$2,15 PPP 2017.
Meskipun BPS menyebut adanya perhitungan dan estimasi sendiri, perbedaan data tersebut bukan hal yang sepele. Apalagi jika ingin membandingkan kinerja dengan negara lain, perlu ada kesamaan. Begitu pula jika dibandingkan dengan era pemerintahan sebelumnya.
Sebenarnya ada yang lebih penting terkait target untuk menuju nol tingkat kemiskinan ekstrem. Hal itu hanya bisa terwujud jika penduduk miskin ekstrem diketahui siapa dan di mana oleh pemerintah. Kebijakan yang tepat dipastikan tidak bisa dilaksanakan tanpa informasi cukup rinci dan presisi tentang mereka beserta kehidupannya. [adj]