Kinerja pengelolaan APBN secara umum tergambar dalam perkembangan rasio utang pemerintah.
BIDANG fiskal mencakup aspek penerimaan dan pengeluaran negara beserta konsekuensinya, seperti defisit dan pembiayaan utang. Bisa dikatakan tujuan umum pengelolaan fiskal adalah mengatur penerimaan dan pengeluaran keuangan agar peran negara bisa optimal. Antara lain dalam pelayanan publik saat ini dan keberlanjutan di masa mendatang.
Banyak indikator yang dipakai untuk mengukur kinerja bidang fiskal, dan sebagian besarnya disajikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai sasaran atau target atau proyeksi 5 tahun ke depannya.
Terdapat 6 indikator penting dari belasan indikator dalam RPJMN, yaitu pendapatan negara, rasio perpajakan, belanja negara, keseimbangan primer, surplus/defisit, posisi utang. Indikator pada umumnya dinyatakan dalam besaran persentase atas Produk Domestik Bruto (PDB).
RPJMN 2015–2019 memproyeksikan pendapatan negara, yang dalam dokumen disebut penerimaan negara dan hibah meningkat dari tahun ke tahun. Proyeksi pada tahun terakhir atau tahun 2019 sebesar 18,5% dari PDB. Namun, realisasinya justeru cenderung menurun, hingga hanya mencapai 12,38% pada tahun 2019.
RPJMN 2020–2024 menurunkan target pendapatan negara dibanding RPJMN sebelumnya, meski juga dengan proyeksi meningkat tiap tahun. Target dinyatakan dalam besaran rentang, yang pada tahun 2024 sebesar 12,9–14,6%. Dilihat dari realisasi semester satu, diprakirakan hanya sebesar 12,45% pada tahun 2024, atau tidak tercapai.
Dengan demikian, selama 10 tahun era Jokowi terjadi penurunan rasio pendapatan negara atas PDB. Dari 14,67% pada tahun 2014 menjadi 12,45% pada tahun 2024.
RPJMN 2015–2019 memproyeksikan kenaikan rasio perpajakan atas PDB tiap tahun, hingga mencapai 16% pada tahun 2019. Realisasinya justru cenderung menurun, hingga hanya mencapai 9,77% pada tahun 2019.
RPJMN 2020–2024 menurunkan target rasio perpajakan dibanding RPJMN sebelumnya, meski juga dengan proyeksi meningkat tiap tahun. Target dinyatakan dalam besaran rentang, yang pada tahun 2024 sebesar 10,7–12,3%. Dilihat dari realisasi semester satu, diprakirakan hanya sebesar 10,12% pada tahun 2024, atau kembali tidak tercapai targetnya.
Sebenarnya, pemerintahan selama era reformasi mengenalkan tiga definisi rasio pajak, dan semua mengalami penurunan pada era Jokowi. Rasio perpajakan seperti disebut terdahulu, turun dari 10,85% (2014) menjadi 10,12% (2024).
Rasio pajak dalam arti sempit, yang mengeluarkan nilai pendapatan cukai dan bea, turun dari 9,32% (2014) menjadi 8,71% (2024). Rasio pajak dalam arti luas, yang menambahkan penerimaan sumber
daya alam, turun dari 13,13% (2014) menjadi 10,97% (2024).
Defisit anggaran diproyeksikan menurun tiap tahun dalam RPJMN 2015–2019, hingga hanya 1,0% dari PDB pada tahun 2019. Realisasinya justru cenderung meningkat, hingga mencapai 2,18% dari PDB pada tahun 2019.
Target diperlonggar pada RPJMN 2020–2024, meski masih diproyeksikan turun dari tahun ke tahun. Target dinyatakan dalam besaran rentang, yang pada tahun 2024 sebesar 1,5–1,7%. Oleh karena terdampak pandemi Covid-19, maka defisit tahun 2020–2023 memang cukup lebar, dan jauh dari target.
Ketika pemerintah mengakui bahwa perekonomian telah pulih dari dampak pademi, defisit berhasil ditekan menjadi hanya 1,61% pada 2023. Capaiannya memenuhi target RPJMN tahun bersangkutan. Namun, diprakirakan defisit akan melebar hingga 2,70% pada tahun 2024, atau kembali menjauh dari target.
Rasio utang atas PDB juga ditargetkan menurun tiap tahun pada RPJMN 2015–2019, sehingga hanya sebesar 19,30% pada tahun 2019. Realisasinya justeru cenderung meningkat, sehingga mencapai 30,23% pada tahun 2019.
Target diturunkan pada RPJMN 2020–2024, namun tetap tidak terealisasi, apalagi karena ada dampak pandemi Covid-19. Target dinyatakan dalam besaran rentang, yang pada tahun 2024 sebesar 28,5–29,2% pada tahun 2024. Diprakirakan realisasinya akan sekitar 39%, atau sangat jauh dari target.
Kinerja pengelolaan APBN secara umum tergambar dalam perkembangan rasio utang pemerintah, karena merupakan konsekuensi dari kinerja pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Kinerja Jokowi tampak lebih buruk dalam hal ini. Rasio utang bertambah, dari 24,68% (2014) menjadi 39% (2024). Padahal, rasionya menurun pada era pemerintahan sebelumnya. [adj]