Apa jadinya jika investor asing punya akses strategis atas informasi aset negara, sementara rakyat justru tidak tahu-menahu?
Oleh: Yanuar Rizky
(Ekonom Bright Institute)
RAY DALIO dikabarkan tidak bersedia menjadi anggota Dewan Penasihat Danantara oleh Bloomberg pada Rabu (28/5/2025) pagi. Beritanya langsung menyebar di berbagai media masa nasional. Tidak lama berselang dibantah oleh Rosan Roeslani dari pihak Danantara.
Dua hari kemudian (30/5/2025), Ray Dalio mengunggah postingan dalam akun Instagram resminya, @raydalio, yang menimbulkan berbagai spekulasi di Indonesia. Postingan tersebut menyinggung pentingnya meritokrasi. Sempat ditafsirkan sebagian pihak sebagai alasan keputusannya tentang posisi di Danantara.
Unggahan bertema principle of the day tertulis: ”Don’t use your pull to get someone a job”. Artinya, jangan gunakan pengaruhmu untuk membantu seseorang mendapatkan pekerjaan. Postingan lebih lengkap menunjukkan bahwa prinsip yang ingin ia soroti adalah pentingnya menjaga meritokrasi dan menolak penyalahgunaan pengaruh pribadi.
Akan tetapi, Ray Dalio dikabarkan membantah isu pengunduran dirinya sebagai penasihat Badan Pengelola Investasi Danantara. Dalam surat berkop Danantara tanggal 4 Juni 2025 yang disebut sebagai sebuah pernyataan bersama, Ray mengatakan tidak ada yang berubah dalam kemitraan dirinya dengan badan tersebut.
Dikatakan bahwa keterlibatan dia sebagai penasihat tetap sama, dan tidak berubah, bersifat sukarela, dan tidak dibayar. Dalio mengklaim tetap berkomitmen menjadi penasihat informal bagi pimpinan Danantara maupun Presiden Prabowo Subianto.
Sebelum Ray Dalio mengeluarkan pernyataan yang dikutip siaran pers Danantara, saya membuat status fesbuk memberi respek terkait prinsip yang diposting di IG nya. Saya sampaikan pula dalam taping salah satu podcast. Saya sempat menafsirkan postingan IG sebagai alasan dia mundur atau tidak bergabung dengan Danantara.
Saya sendiri sejak awal menyampaikan pendapat soal keterlibatan investor seperti Ray Dalio dari sisi orang dalam (OD) dan Informasi Orang Dalam (IOD). Hal itu akan menjadikan posisi afiliasi, yang berpotensi menjadi transaksi benturan konflik kepentingan yang menguntungkan pihak tertentu. Dan lebih serius lagi bisa merugikan publik, sebagaimana yang dilarang oleh Undang-Undang Pasar Modal di negara manapun.
Jelas diharamkan afiliasi yang menciptakan transaksi benturan kepentingan dan merugikan publik. Sejalan pernyataan Dalio dalam postingan IG-nya, kita semua harus membangun integritas dengan prinsip meritokrasi. Dalam kondisi Indonesia saat ini, transaksi benturan konflik kepentingan akan merugikan publik, khususnya para pencari kerja yang sedang kesulitan.
Dalam hal ide Danantara, sejak belum ditetapkan kabinet Presiden Prabowo, saya sudah mendukung BUMN dikelola Badan Negara. Pendapat saya bersesuaian dengan keberadaan Kementerian BUMN yang memang bersifat ad hoc. Kita perlu badan pengelola BUMN yang lebih terfokus dan profesional untuk menjadi sumber pembiayaan pembangunan diluar APBN.
Akan tetapi, saya mengkritik keras arah pelemahan negara dalam rancangannya secara kelembagaan. Undang-Undang yang mengatur Danantara telah secara paradigmatik dan jelas telah mencabut poin penyelenggara negara. Danantara merupakan privatisasi yang bersifat menyeluruh dari aset negara menjadi aset korporasi, sengan cara inbreng atau hibah.
BUMN merupakan aset negara yang dibentuk dan sering disuntik dana dari dana APBN, serta masih dilaporkan sebagai aset dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Sedangkan Danantara didefinisikan sebagai bukan penyelenggara negara.
Saya juga mengkritik, lemahnya penegakan hukum transaksi afiliasi berbenturan konflik kepentingan. Oleh karenanya, saya sempat memuji Ray Dalio karena mengira menolak bergabung dan menafsirkan hal itu sesuai pernyataan prinsip ini di Instagram. Jika pernyataan dia persis seperti yang ditulis siaran pers Danantara dan dikutip berbagai media, maka saya menyampaikan pandangan lagi terkait itu.
Oleh karena tidak mau terikat struktur korporasi dan tidak menerima gaji renumerasi, maka bisa menjadi alasan bahwa dia bukan orang dalam. Orang dalam sesuai ketentuan pasal 16 UU pasar modal AS tahun 1934 dan pasal 95 UU no 8 tahun 1995 tentang pasar modal. Seolah alasan nantinya jika ada keputusan yang berlawanan dengan prinsip yang dikedepankan di IG-nya.
Akan tetapi, dengan mengatakan dia akan tetap memberi nasihat sukarela, maka Dalio tidak bisa menghindar sebagai pemilik Informasi Orang Dalam (IOD). Pihak ini dilarang melakukan transaksi benturan konflik kepentingan untuk keuntungan diri dan atau nasabah-nasabahnya. Hal demikian diatur pasal 10 UU amerika serikat dan pasal 96 UU pasar modal Indonesia.
Perlu dicermati kita semua pula bahwa soalan ini bisa dikaitkan dengan pesan Presiden Prabowo yang khawatir asing telah menyusup melalui berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM dianggap sering mengadu domba antar komponen bangsa. Nah, tidak ada jaminan investor besar seperti Dalio tidak mempengaruhi negara, melalui arah investasi Danantara.
Menjadi relevan untuk mengingat pledoi Indonesia Menggugat Bung Karno di pengadilan hindia belanda 1930: “Imperialisme yang saya maksudkan adalah kami dipaksa kerja, dipaksa menanam rempah-rempah, yang hasilnya membiayai krisis industri barat, tanpa kami nikmati…”
Bahkan ditegaskan kembali oleh Presiden Prabowo, “antek-antek yang merampok kekayaan negara ke negara asing, dan rakyat kita miskin”.
Dengan demikian, ini bukan soal Dalio, apalagi khutbah filosofi melalui postingan instagramnya. Ini soal negara yang berdaulat, yang mestinya percaya diri tanpa perlu endorse “investor asing kelas kakap”. []