Barisandata.co
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Kajian Utama
  • Ekonopedia
  • Indikator
  • Analisis
  • Khazanah
  • Kajian Utama
  • Ekonopedia
  • Indikator
  • Analisis
  • Khazanah
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisandata.co
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil

Beranda » BPS Belum Menyesuaikan Ukuran Miskin Ekstrem

BPS Belum Menyesuaikan Ukuran Miskin Ekstrem

28/07/2025
Waktu membaca: 4 menit
A A
Infrastruktur

Infrastruktur

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke Whatsapp

Data kemiskinan ekstrem yang dirujuk pemerintah ternyata tidak memakai standar terkini dari Bank Dunia, sehingga hasilnya bias.

Oleh: Awalil Rizky
(Ekonom Bright Institute)

PENGURANGAN kemiskinan ekstrem menjadi agenda prioritas pemerintah pada periode kedua Jokowi. Disampaikan arahan dalam rapat terbatas mengenai strategi percepatan pengentasan kemiskinan pada 4 Maret 2020 bahwa kemiskinan ekstrem ditargetkan turun menjadi nol persen pada 2024.

Target diulangi Prabowo melalui Instruksi Presiden No.8/2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Tidak ada batas tahun pencapaian. Menko Perekonomian kemudian menetapkan target 0-0,5% pada 2026.

Ketika ada indikasi target tidak akan tercapai pada era Jokowi, sempat dikeluarkan Inpres no.4/2022 tentang percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Hasilnya cukup dibanggakan pada pidato kenegaraan terakhir, dengan menyebut telah mencapai 0,83% per Maret 2024.

Apa yang disampaikan Jokowi memang berdasar dan dikonfirmasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kala itu. Paparan kepala Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rapat bersama DPR tanggal 28 Agustus 2024 kembali mengemukakannya.

Akan tetapi mesti diingat bahwa persentase yang seolah mendekati nol persen itu artinya mencakup lebih dari 2 juta orang. Masih sulit untuk disebut menghapuskan kemiskinan ekstrem.

Belakangan, paparan BPS ketika menyampaikan profil Kemiskinan pada Maret 2025 menyajikan besaran yang berbeda. Jumlah penduduk miskin ekstrem disebut sebanyak 2,38 juta orang atau 0,85% dari total penduduk. Sedangkan pada 2024 masih sebanyak 3,56 juta orang atau 1,26%.

Tampak ada data yang berbeda cukup signifikan untuk kondisi 2024, padahal keduanya dinyatakan oleh BPS. Secara persentase terdapat selisih 0,43% poin, dan itu menyangkut lebih dari 1 juta orang.

Kemiskinan Ekstrem Mengacu Standar Bank Dunia

Istilah kemiskinan ekstrem sebenarnya mengacu pada upaya Bank Dunia menghapusnya di seluruh dunia. Bank Dunia mengidentifikasi dengan ukuran yang disebut garis kemiskinan internasional. Namun, Bank Dunia secara rutin memutakhirkan ukuran tersebut tiap beberapa tahun.  

Tampak bahwa BPS mengemukakan data tanpa merujuk pada pemutakhiran Bank Dunia. Pada saat mengemukakan 0,83% pada 2024, berdasar pengeluaran di bawah S$1,9 per hari per orang.

Tidak hanya itu, masih dipakai pula perhitungan paritas daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP) tahun 2011. Padahal saat itu yang dipakai Bank Dunia adalah PPP tahun 2017, dengan standar $2,15.

Pada siaran pers 25 Juli 2025, BPS menyajikan data kemiskinan esktrem berdasar ukuran tersebut. Sementara itu, Bank Dunia telah memakai standar $3,00 dalam PPP tahun 2021. Jika dipakai, maka jumlah penduduk miskin ekstrem tahun 2024 mencapai 15,42 juta orang atau 5,44%.

Data tingkat kemiskinan ekstrem yang merujuk standar Bank Dunia sebenarnya telah disebut BPS sejak tahun 2018. Disajikan dalam publikasi tahunan tentang Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), yang merupakan terjemahan BPS dari Sustainable Development Goals (SDGs).

Publikasi TPB tahun 2018-2022 masih memakai ukuran US$1,9 PPP dengan estimasi tertentu dari BPS. Perubahan signifikan dilakukan pada publikasi TPB tahun 2023 dan tahun 2024 yang telah merujuk pada ukuran Bank Dunia yang sudah berubah, yakni sebesar US$2,15 PPP.

ukuran miskin ekstrem

Sementara itu, Bank Dunia sejak 1990 sampai dengan 2016 hanya memakai satu ukuran, yaitu garis kemiskinan internasional. Di kemudian hari dikenal pula sebagai garis kemiskinan ekstrem, yang juga beberapa kali dimutakhirkan. Yaitu: sejak 1990 memakai $1,00 (1985 PPP), sejak 2001 memakai $1,08 (1993 PPP), sejak 2008 memakai $1,25 (2005 PPP), dan sejak 2015 memakai $1,90 (2011 PPP).

Bank Dunia kemudian merasa perlu memakai tiga ukuran untuk membandingkan kondisi berbagai negara, yaitu garis kemiskinan internasional, garis kemiskinan negara berpendapatan menengah bawah, dan garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas. Pertama kali dilakukan pada tahun 2017 dengan tahun dasar 2011 PPP.  Ukurannya pun beberapa kali dimutakhirkan.

Konsep PPP bermaksud mengatasi kesulitan terdapatnya harga barang dan jasa berbeda di antara berbagai negara. PPP atau paritas daya beli memungkinkan perbandingan nilai riil uang. Merupakan kurs dengan penyesuaian perbedaan biaya hidup dan tingkat harga masing-masing negara.

Dengan demikian kurs PPP jauh berbeda dengan kurs transaksi atau pasar. Ada pula perbedaan kurs karena tahun dasar PPP yang berbeda, misal 2011, 2017 dan 2021. Kurs tiap tahun untuk masing-masing negara juga disesuaikan. 

Sebagaimana disebut terdahulu, kemiskinan ekstrem mengacu pada garis kemiskinan internasional yang saat ini sebesar $3,00 (2021 PPP). Untuk Indonesia, kurs PPP itu pada 2024 sekitar Rp5.800. Hasil perhitungannya, masih ada 15,42 juta orang atau 5,44% dari total penduduk.

Jika Pemerintah dan BPS mengikuti standar terkini, nyaris mustahil mencapai nol persen pada 2026. Bahkan, Garis Kemiskinan BPS tahun 2024 pun hanya sekitar $3,35 (2021 PPP). Padahal, standar untuk negara berpendapatan menengah bawah sebesar $4,20 dan berpendapatan menengah atas sebesar $8,30.

Sebenarnya ada yang lebih penting terkait target untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem. Hal itu hanya bisa terwujud jika diketahui siapa dan dimana mereka oleh Pemerintah. Kebijakan yang tepat dipastikan tidak bisa dilaksanakan tanpa informasi cukup rinci dan presisi tentang mereka beserta kehidupan sehari-harinya. []

Tags: Badan Pusat Statistik (BPS)Bank DuniaKemiskinan
Share1Tweet1Send

Pos Terkait

utang pemerintah makin membebani
Analisis

Dialokasikan Sebagai Anggaran Pendidikan Namun Tidak Terealisasi

24/07/2025
utang pemerintah makin membebani
Analisis

Utang Sektor Publik Mencapai 20.000 Triliun

17/07/2025
Infrastruktur
Analisis

Belanja Negara Kurang Mendukung Pertumbuhan Ekonomi

07/07/2025
utang pemerintah makin membebani
Analisis

Sri Mulyani Akui Target Pendapatan Negara 2025 Tidak Akan Tercapai

06/07/2025
Infrastruktur
Analisis

Rasio Utang Pemerintah Atas PDB Mencapai 62.45 Persen

04/07/2025
utang pemerintah makin membebani
Analisis

Aset Tetap Pemerintah Pusat Tidak Banyak Meningkat Selama Lima Tahun

01/07/2025

Terkini

Infrastruktur
Analisis

BPS Belum Menyesuaikan Ukuran Miskin Ekstrem

Oleh Awalil Rizky
28/07/2025

Ukuran miskin ekstrem

BacaDetails
utang pemerintah makin membebani

Dialokasikan Sebagai Anggaran Pendidikan Namun Tidak Terealisasi

24/07/2025
utang pemerintah makin membebani

Utang Sektor Publik Mencapai 20.000 Triliun

17/07/2025
Infrastruktur

Belanja Negara Kurang Mendukung Pertumbuhan Ekonomi

07/07/2025
utang pemerintah makin membebani

Sri Mulyani Akui Target Pendapatan Negara 2025 Tidak Akan Tercapai

06/07/2025

Panel Interaktif

Kenapa Sektor Industri Kita Tak Kunjung Maju? Apa yang Salah?
Kenapa Sektor Industri Kita Tak Kunjung Maju? Apa yang Salah?
Pemerintah Serius Gak Sih Menggenjot Sektor Industri?
Pemerintah Serius Gak Sih Menggenjot Sektor Industri?
Kok Makin Banyak Milenial yang Nganggur?
Kok Makin Banyak Milenial yang Nganggur?
Orang Berpendidikan Tinggi Susah Dapat Kerja di Indonesia
Orang Berpendidikan Tinggi Susah Dapat Kerja di Indonesia
Bisakah Indonesia Menikmati Bonus Demografi?
Bisakah Indonesia Menikmati Bonus Demografi?
Ada Jutaan Orang Indonesia Bekerja Tanpa Upah
Ada Jutaan Orang Indonesia Bekerja Tanpa Upah
Masih Ingat Video Pak Jokowi Soal Ekonomi Meroket?
Masih Ingat Video Pak Jokowi Soal Ekonomi Meroket?
Kejar Pertumbuhan Ekonomi di Atas 7%, Emang Pemerintah Bisa?
Kejar Pertumbuhan Ekonomi di Atas 7%, Emang Pemerintah Bisa?
Produksi Padi 2023 Terendah dalam 6 Tahun Terakhir
Produksi Padi 2023 Terendah dalam 6 Tahun Terakhir
Sektor-sektor Penyangga Pertumbuhan Ekonomi 2023
Sektor-sektor Penyangga Pertumbuhan Ekonomi 2023
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023 Secara Spasial
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023 Secara Spasial
Cadangan Devisa Indonesia Menurun di Februari 2024
Cadangan Devisa Indonesia Menurun di Februari 2024
Indonesia Masuk Negara Upper Middle Income Countries, Lalu Apa?
Indonesia Masuk Negara Upper Middle Income Countries, Lalu Apa?
Luas Lahan & Produksi Padi Makin Berkurang
Luas Lahan & Produksi Padi Makin Berkurang
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Layak Dibanggakan?
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Layak Dibanggakan?
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Disclaimer

Barisandata.co © 2024 hak cipta dilindungi undang-undang.

Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Kajian Utama
  • Ekonopedia
  • Indikator
  • Analisis
  • Khazanah

Barisandata.co © 2024 hak cipta dilindungi undang-undang.

Kenapa Sektor Industri Kita Tak Kunjung Maju? Apa yang Salah? Pemerintah Serius Gak Sih Menggenjot Sektor Industri? Kok Makin Banyak Milenial yang Nganggur? Orang Berpendidikan Tinggi Susah Dapat Kerja di Indonesia Bisakah Indonesia Menikmati Bonus Demografi? Ada Jutaan Orang Indonesia Bekerja Tanpa Upah Masih Ingat Video Pak Jokowi Soal Ekonomi Meroket? Kejar Pertumbuhan Ekonomi di Atas 7%, Emang Pemerintah Bisa? Produksi Padi 2023 Terendah dalam 6 Tahun Terakhir Sektor-sektor Penyangga Pertumbuhan Ekonomi 2023 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023 Secara Spasial Cadangan Devisa Indonesia Menurun di Februari 2024 Indonesia Masuk Negara Upper Middle Income Countries, Lalu Apa? Luas Lahan & Produksi Padi Makin Berkurang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Layak Dibanggakan?