Defisit Neraca Pembayaran yang terus melebar menjadi sinyal serius bahwa arus modal dan stabilitas eksternal sedang berada pada titik rawan.
Oleh: Awalil Rizky
(Ekonom Bright Institute)
“KINERJA Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan III-2025 tetap baik, ketahanan eksternal terjaga,” menjadi judul siaran pers Bank Indonesia pada 20 November 2025. Klaim yang terkesan agak berlebihan, karena sebenarnya terjadi defisit sebesar US$6.743 juta.
Bahkan, Neraca Pembayaran Indonesia secara kumulatif selama 9 bulan telah alami defisit sebesar US$13,91 miliar. Besar kemungkinan, setahun 2025 akan mencapai defisit terlebar selama ini. Padahal, NPI lebih sering tercatat surplus.
Transaksi berjalan memang masih tercatat surplus sebesar US$4.047 juta pada triwulan III, atau terbilang cukup besar. Namun, secara kumulatif 9 bulan baru surplus sebesar US$1.127 juta, dan setahun kemungkinan hanya akan surplus tipis. Bagaimanapun kondisinya cukup bagus, karena biasanya cenderung defisit.
Transaksi finansial diklaim hanya alami defisit yang terkendali di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Padahal, sedang alami defisit sebesar US$8.141 juta. Sedang kumulatif 9 bulan telah tercatat defisit sebesar US$12,16 miliar.
Padahal, transaksi finansial lebih sering tercatat surplus. Hanya pernah dua kali defisit selama lebih dari dua dekade, yakni pada tahun 2008 dan 2022.

Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia dan Transaksi Finansial
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) merupakan catatan transaksi internasional penduduk Indonesia dengan nonpenduduk secara keseluruhan dalam sudut pandang Indonesia. Ada transaksi yang bersifat penerimaan dan ada yang bersifat pembayaran. Surplus berarti penerimaan lebih besar dibanding pembayaran, sedangkan sebaliknya disebut defisit.
Selama periode 1981-1996 dialami surplus sebanyak 12 kali, dan defisit sebanyak 4 kali. Pada tahun 1997 dan 1998 dialami defisit yang lebar. Selama periode tahun 1999-2024 dialami surplus sebanyak 18 kali dan defisit 7 kali. Dengan demikian, kondisi defisit sampai dengan Triwulan III-2025 bukan lah kinerja yang baik.
Terdapat dua kelompok transaksi dalam Neraca Pembayaran. Kelompok pertama adalah transaksi yang tidak mengakibatkan hak dan kewajiban lagi di waktu mendatang setelah transaksi selesai, disebut sebagai Transaksi Berjalan. Kelompok kedua merupakan transaksi yang berdampak pada hak dan kewajiban di waktu mendatang, disebut sebagai Transaksi Finansial.
Transaksi Finansial dalam istilah umum merupakan transaksi yang bersifat utang piutang ataupun bersifat investasi. Sebagai contoh hak dan kewajiban itu berupa pengembalian pokok utang, pembayaran bunga utang, pembayaran keuntungan, dan hal lain yang serupa.
Neraca Transaksi finansial selama belasan tahun hampir selalu bersifat arus masuk bersih. Lebih banyak modal finansial yang masuk dibandingkan yang keluar. Nilai surplus nya menurun signifikan pada tahun 2020 dan 2021, dan kemudian mengalami defisit sebesar US$9,16 miliar pada 2022.
Neraca Transaksi Finansial kembali mencatatkan surplus sebesar US$9,85 miliar pada 2023 dan US$17,63 miliar pada 2024. Kemudian alami defisit lagi sampai dengan Triwulan I-III-2025 dan besar kemungkinan mencetak rekor defisit pada tahun 2025 ini.
Secara kepemilikan modal, defisit Transaksi Finansial disumbang oleh arus modal milik asing yang masuk tidak lah sebesar biasanya. Pada triwulan I sampai dengan triwulan III 2025 memang masih masuk sebesar US$5,49 miliar, namun kemungkinan kurang dari US$10 miliar selama setahun. Padahal, pada 2024 bersifat masuk US$44,63 miliar.
Sementara itu arus modal penduduk Indonesia terjadi seperti biasanya. Pada triwulan I sampai dengan triwulan III 2025 tercatat ke luar sebesar US$17,65 miliar, dan kemungkinan akan mencapai US$23 miliar selama setahun.
Secara jenis transaksi, defisit terutama disumbang oleh investasi portofolio dan investasi lainnya. Investasi Portofolio mencatat arus keluar pada triwulan III-2025 sebesar US$7,07 miliar, dan secara kumulatif 9 bulan telah mencapai US$14,08 miliar.
Besar kemungkinan defisit investasi portofolio akan makin melebar hingga akhir tahun, atau sekurangnya setara kinerja 9 bulan tadi. Padahal selama dua dekade sebelumnya hanya pernah defisit pada 2022.
Investasi Lainnya mencatat arus keluar pada triwulan III-2025 sebesar US$3,36 miliar, dan secara kumulatif 9 bulan telah mencapai US$6,61 miliar. Besar kemungkinan defisit i akan makin melebar hingga akhir tahun. Melampaui defisit pada tahun 2023 dan 2024.
Harus diakui bahwa kinerja investasi langsung masih relatif lumayan, mencatat arus masuk sebesar US$2,46 miliar pada triwulan III-2025. Secara kumulatif tercatat masuk sebesar US$8,55 miliar. Akan tetapi, nilai arus masuk setahun diprakirakan akan lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya.
Secara keseluruhan, penulis menilai klaim Bank Indonesia tentang ketahanan eksternal terjaga lebih bersifat persuasif dibanding menggambarkan kondisi sesungguhnya. Ketahanan eksternal cukup jelas mengalami penurunan, meski belum bisa dikatakan sangat lemah. Kondisi ini cukup rentan jika ada gejolak eksternal pada tahun mendatang.
Penulis menilai Bank Indonesia selama ini lebih terbuka tentang kondisi ekonomi yang dihadapi dibanding pihak pemerintah, terutama kementerian Keuangan. Begitu pula dengan langkah dan kebijakan yang telah dan akan diambil pun relatif komunikatif kepada publik.
Hal positif ini perlu ditingkatkan, antara lain bekerjasama dengan pihak independen. Alasan kuat untuk ini karena sebagian cukup besar kebijakan adalah untuk membangun sentimen positif bagi para pelaku ekonomi. Sentimen positif tentu mesti berdasar informasi presisi dan arah kebijakan yang jelas, serta konsisten dijalankan. []





