Ibnu Khaldun merupakan ilmuwan Islam yang bersinar dan mendapatkan posisi terhormat di mata pemikir Barat dan Timur.
SEJUMLAH intelektual Islam telah banyak menawarkan konsep ekonomi Islam, salah satunya intelektual asal Tunisia yang terkenal dengan karyanya Al-Muqaddimah yakni Ibnu Khaldun. Meski dikenal sebagai bapak ilmu sosial, ia tidak mengabaikan pemikiran tentang ilmu ekonomi. Terlebih lagi tentang konsep uang, perdagangan dan pasar.
Namun sebelum membahas pemikiran Ibnu Khaldun tentang ekonomi Islam, perlu diketahui sosoknya.
Biografi Ibnu Khaldun
Nama lengkap Ibnu Khaldun yakni Abdurrahman Bin Khaldun Wali Al-Din Al Tusi Al-Zahrawi. Ia lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H bersamaan dengan 27 Mei 1332 M. Memiliki gelar Waliuddin Al-Tunisia Al-Hadrowi, sedangkan Ibnu Khaldun sebagai nama populernya.
Gelar Waliuddin adalah gelar yang diberikan ketika ia mengikuti jabatan hakim (khodi) di Mesir. Pada masa Pemerintahan Sultan Dzahir Burgug, salah seorang Sultan Mamluk di Mesir.
Sedangkan Al-Tunisia merujuk Negara kelahiran, sedangakan tambahan Al-Hadrowi bertalian dengan nama negeri yakni Hadramaut karena keluarganya berasal dari Yaman Hadramaut.
Selain gelar tersebut, Ibnu Khaldun mendapatkan beragam gelar karena status sosial dan hasil pemikirannya antara lain Al-Rois, Al-Habib, Al-Waszir, Al-Shadrul Kabir, AlFaqihul Jalil, Al-Lamatul Islam Wal Muslimin.
Ia termasuk ilmuwan Islam terkemuka di zamannya yang diakui bangsa lain juga non-muslim mengakui kecendekiawanannya. Ibnu Khaldun dibesarkan di keluarga yang terpandang terutama di bidang ilmu pengetahuan dan politik.
Seiring dengan penaklukan dan penyebaran Islam ke Barat, Ibnu Khaldun memasuki Andalusia dan menetap di Carmona. Ia bersama keluarganya sempat pindah di Sevilla. Akan tetapi adanya penaklukan dan pemaksaan pasukan Kristen terhadap kota Sevilla, ia bersama keluarga kembali ke negaranya di Tunisia.
Ibnu Khaldun tergolong orang yang cerdas, sejak kecil sudah mampu menghafal Al-Quran dan mempelajari ilmu tajwid. Ia langsung diajar oleh orang tuanya tentang beragam hal terutama mengaji dan pemahaman tentang Al-Quran.
Orang tuanya termasuk orang yang dikenal karena kemampuannya dalam bidang syariah, retorika, sastra, dan filsafat.
Lalu ia melanjutkan untuk mendalami al-Quran kepada Muhammad Ibnu Sa’ad Ibnu Burrah, sedangkan mengenai bahasa Arab dipelajarinya dari ayahnya sendiri dan para ulama lainnya seperti Muhammad Asy-Syawwasy Az-Zarzali dan Syekh Muhammad Ibnu Al-Arabi Al-Hayrri, Syekh Ahmad Ibnu Al-Qasyar serta Syekh Ibnu Barr.
Sedangkan ilmu hadis ia belajar kepada Syekh Samsudin Muhammad Ibnu Jabir Ibnu Sultan Al-Wadiyasri. Untuk ilmu hukum Islam kepada Syekh Muhammad Ibnu Abdullah Al Hawwari. Sedangkan guru yang lain dan disebutkan adalah Abu Abdullah Muhammad Ibnu Ibrahim Al-Ayli dari kota Avilla.
Setelah Ibnu Khaldun mencapai usia delapan belas tahun terjadilah dua peristiwa penting. Peristiwa ini menyebabkan dirinya untuk berhenti menuntut ilmu. Adapun peristiwa besar tersebut yakni; Pertama, adanya wabah kolera tersebar diberbagai Negara pada tahun 749 H yang telah menelan banyak korban jiwa. Termasuk, ayah, ibu dan sebagian besar guru- gurunya yang pernah atau sedang mengajari Ibnu Khaldun.
Kedua, setelah terjadi musibah tersebut, berubahlah jalan hidupnya, kemudian ia terpaksa berhenti belajar dan mengalihkan perhatian pada upaya mendapatkan tempat dalam pemerintahan dan ikut berperan dalam percaturan politik diwilayah itu.
Di pemerintahan, ia mendapatkan jabatan sebagai anggota majelis ilmu Sultan Abu’anan dari Bani Marin di ibukota negara itu yaitu Fez. Selanjutnya, ia bahkan secara khusus diangkat menjadi sekretaris Sultan dengan tugas mencatat semua keputusan-keputusan Sultan terhadap permohonan rakyatnya.
Pada tahun 784 H Ibnu Khaldun pindah ke Mesir, ketika negara Mesir secara kebudayaan telah berkembang pesat terutama dalam bidang ilmu pengetahuan. Perkembangan kebudayaan di Mesir era daulah Fatimiyah dan dibangunnya Universitas Al-Azhar.
Masyarakat menyambut kedatangan Ibnu Khaldun karena ia termasuk cendekiawan Islam, penulis, peneliti dan memiliki kepribadian yang kuat serta lancar dalam berkomunikasi.
Pada tahun 786 H raja menawarkan Ibnu Khaldun supaya menjadi dosen dalam fiqhi maliki di Madrasah Al-Qomhah, ia lantas menerima tawaran tersebut. Disamping menjadi dosen Ibnu Khaldun juga diangkat menjadi Qodhi Qudlat atau hakim tinggi.
Setelah merasakan berbagai macam jabatan, ia mendapatkan ketenangan dan tetap menekuni sebagai pengajar dan pembelajara. Dari sinilah Ibnu Khaldu menciptakan buku yang monumental yakni Al-Muqaddimah.
Ibnu Khaldun wafat pada tanggal 26 Ramadhan 808 H, bertepatan dengan 16 Maret 1406 M di Mesir dalam usia 76 tahun. Ia dimakmkan di pemakaman kaum sufi di luar kota kairo, Al-Maqrizi menjelasakan bahwa perkuburan sufi itu terletak antara perkuburan yang dibangun oleh para Amir dan para pembesar pada abad ke 8.
Pendiri perkuburan ini adalah para sufi Khangah Shilahiah dari akhir abad ke 8, dan khususnya diperuntukan untuk orang-orang sufi Ibnu Khaldun di makamkan disana karena pernah menjadi anggota Khangah Sufiah Byberiah, serta syekh disana.
Karya-karya Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun merupakan ilmuwan Islam yang bersinar dan mendapatkan posisi paling terhormat di mata pemikir Barat dan Timur. Bisa jadi perhatian pemikir barat atau masyarakat Eropa melebihi perhatian pemikir Timur.
Karyanya banyak dikaji pemikir Eropa, terlebih lagi karyanya ditulisa dalam bahasa Arab maupun bahasa Eropa terutapa bahasa Prancis.
Berikut ini karya-karya pemikiran Ibnu Khaldun yang dikagumi para pemikir dan ilmuwan:
1. Al-Muqaddimah
Al-Muqaddimah awalnya merupakan bagian dari karya yang berjudul Al-I’bar. Oleh karena dipandang sangat penting, Ibnu Khaldun memisahkan dari Al-I’bar dan mencetaknya, dikaji serta diterjemahkan secara terpisah.
Jadi kitab Al-Muqaddimah karya Ibnu Khaldun merupakan jilid dari kitab Al-I’bar yang terdiri dari tujuh jilid. Tetapi dalam sejarah perkembangannya, muqaddimah lebih dikenal dari kitab induknya.
Naskah Al-Muqaddimah ditulis untuk pertama sekali di Tunisia dan satu diantara naskah tersebut bersama-sama dengan jilid yang lain dan Al-I’bar, dipersembahkan kepada Sutan Tunisia, Abu Abbas.
2. Kitab Al-I’bar
Kitab ini memiliki judul asli Al-I’bar Wu Diwan Al- Mubtadaa’ Wad Khabar, Fiiya Mil’Arab Wal Ajam Barbar, Wan Man ‘As Sharahun Min Dzawis Sultan al Akbar. Yang memiliki arti kitab pelajaran dan arsip sejarah zaman permulaan dan zaman akhi, mencakup peristiwa politik mengenai orang-orang arab, non arab dan bangsa Barbar, serta rajaraja besar yang semasa dengan mereka).
Ibnu Khaldun menulis kitab sejarah alam semestanya Al-I’bar pada akhir tahun 766 H dan selesai pada akhir tahun 780 H. Dengan demikian kitab tersebut selesai ditulis selama empat tahun.
Karya sebesar ini terdiri dari tujuh jilid, terbitan Bulak (1866 M) Satu jilid pertama dari kitab Al-I’bar yaitu Muqaddimah, yang khusus mengenai kritikan tentang gejala-gejala sosial. Enam jilid sisanya merupakan bahasan panjang tentang sejarah alam semesta.
Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Ekonomi
Meski dikenal dengan bapak ilmu sosial, Ibnu Khaldun memiliki pemikiran yang luas dalam karya-karyanya. Karyanya telah memberikan wawasan yang mendalam dan memberikan sumbangsih pemikiran pengkajian ilmu pengetahuan.
Meskipun Ibnu Khaldun hidup pada abad ke-14, pemikirannya tetap relevan dalam konteks ekonomi Islam modern. Berikut adalah beberapa konsep utama dalam pemikiran Ibnu Khaldun:
Pertama, konsep uang.
Ibnu Khaldun hidup pasa masa dimana mata uang sudah menjadi alat perdagangan. Sedangkan pandangannya tentang pemikiran ekonomi tentang uang, tertuang juga dalam karyanya Al-Muqaddimah.
Menurut Ibnu Khaldun bahwa konsep uang yakni standar nilai atau ukuran nilai harga. Selain itu sebagai media transaksi, pertukaran dan simpanan. Konsep pemikiran uang, Ibnu Khaldun lebih menekankan penjelasan tentang emas dan perak sebagai acuan nilai dari uang.
Seperti dalam konsep umum tentang uang, Ibnu Khaldun juga mengakui peran uang sebagai medium pertukaran dan penyimpanan nilai dalam ekonomi Islam. Namun, ia menekankan pentingnya menjaga kestabilan nilai uang dan mencegah inflasi yang berlebihan.
Bahwasanya uang menjadi bagian yang mentukan taraf kemakmuran. Kemakmuran yang dinikmati adalah suatu hasil yang dilaksanakan oleh uang dalam negeri-negeri kaya yang dapat mempengaruhi percepatan peredaran uang dan memperbanyak transaksi perniagaan dan seterusnya menambah lagi jumlah uang yang beredar (Surur, 2021).
Selain itu, menurut Ibnu Khaldun menekankan pentingnya keadilan ekonomi dalam masyarakat Islam. Menurutnya, distribusi kekayaan dan sumber daya harus dilakukan secara adil untuk menghindari ketimpangan sosial yang dapat menyebabkan ketegangan dan ketidakstabilan dalam masyarakat.
Kedua, konsep perdagangan dan pasar
Konsep perdagangan Ibnu Khaldun cenderung berpikiran modern, oleh karena itu sanga berbeda dengan konsep perdagangan konvensional. Menurutnya perdagangan tidak hanya menjadi sarana untuk mencari keuntungan, akan tetapi sangat penting mengutamakan etika dan maslahah.
Pemikirannya ini tertuang pada konsep bahwasanya praktik perdagangan harus sehat, tidak boleh menjurus pada tindakan yang merugikan yang lain. Sebab menurutnya perdagangan sebagai sebagai salah satu faktor penting dalam perkembangan masyarakat.
Perdagangan membuka peluang untuk pertukaran barang dan jasa antara masyarakat, yang pada gilirannya mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial.
Sementara, konsep pasar dalam pandangan Ibnu Khaldun yakni pasar merupakan tempat di mana pertukaran barang dan jasa terjadi.
Ibnu Khaldun mengakui pentingnya pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi di mana penawaran dan permintaan bertemu. Pasar memfasilitasi pertukaran barang dan jasa dengan cara yang efisien dan memungkinkan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, definisi Pasar menurut Ibnu Khaldun yakni sebagai tempat di mana terjadi permintaan dan penawaran, yang harus dilakukan pengawasan, serta dilarang untuk melakukan distorsi dan kecurangan yang dapat merusak keseimbangan pasar.
Bahkan, mekanisme permintaan dan penawaran menentukan harga keseimbangan. Pada sisi permintaan, ia memaparkan pengaruh persaingan di antara konsumen untuk mendapatkan barang.
Sedangkan pada sisi penawaran ia menjelaskan pula pengaruh meningkatnya biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan lain di kota tersebut (Khaldun, 2006: 286-287).
Pada garis besarnya pemikiran Ibnu Khaldun tentang perdagangan dan pasar mencermikan maqashid asy-syari’ah yakni sesuai dengan tujuan syariat yang menaungi lima unsur: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Dengan demikian, pemikiran Ibnu Khaldun tentang perdagangan dan pasar dapat dipahami dalam konteks maqasid al-shariah, yang menekankan pentingnya menjalankan aktivitas ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam dan tujuan-tujuan utama yang ditetapkan dalam agama. Jadi bukan sekadar mencari keuntungan semata.
Jadi konsep perdagangan dan pasar menurut Ibnu Khaldun sangat berbeda dengan konsep laissez faire yang diperkenalkan oleh ekonomi kapitalis (konvensional).
Pertama, peran Negara. Pengakuan peran penting negara dalam mengatur dan mengawasi aktivitas perdagangan dan pasar. Menurut perdagangan dan pasar harus ada pengawasan dari penguasa (pemerintah).
Kedua, distribusi kekayaan. Ibnu Khaldun menyoroti pentingnya keadilan ekonomi dan distribusi kekayaan yang adil dalam masyarakat.
Ia menyadari potensi untuk kesenjangan dan ketidakadilan dalam sistem perdagangan dan menekankan perlunya menghindari eksploitasi dan menyeimbangkan distribusi kekayaan.
Ketiga, tujuan ekonomi Islam. Ibnu Khaldun mengaitkan tujuan ekonomi dengan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.
Menurutnya, tujuan ekonomi tidak hanya tentang mencapai keuntungan materi, tetapi juga tentang memastikan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh anggota masyarakat.
Demikianlah pemikiran ekonomi menurut Ibnu Khaldun, terlebih terlebih khusus konsep uang, perdagangan dan pasar. []
Ikuti artikel menarik BARISANDATA atau pembahasan TOKOH lainnya.