Pada tahun 1960, Presiden Amerika Serikat John F Kennedy menghubungi Paul Samuelson untuk meminta pendapatnya soal pembangunan ekonomi.
SUDAH menjadi kebiasaan seorang pakar, saat ia memasuki fase keilmuannya yang sudah ranum, ia akan turun gunung mengajarkan hal-hal mendasar tentang pengetahuan yang dikuasainya. Dalam tradisi kampus, pakar tersebut biasanya akan menyusun buku pengantar ilmu yang sekiranya dapat dimengerti mahasiswa semester awal.
Begitupun ilmu ekonomi. Banyak pakar ekonomi yang menulis pengantar keilmuan ini dengan baik. Dan Paul Samuelson barangkali adalah salah satu penulis pengantar ekonomi terbaik.
Paul Samuelson memenangkan Nobel pada tahun 1970. Nobel bagi sebagian kalangan adalah bukti paripurna kecemerlangan seseorang, dan Samuelson memenangkan Nobel bukan atas alasan sembarangan.
Menurut panitia Nobel: “Paul Samuelson telah berkontribusi secara aktif untuk meningkatkan tingkat analisis dalam ilmu ekonomi.”
Seorang kolega Samuelson di Massachusetts Institute of Technology, Robert M Solow, suatu ketika juga pernah menyinggung kenapa Samuelson berhak meraih Nobel. Dia berkata, “Ketika ekonom duduk dengan selembar kertas untuk menghitung atau menganalisis sesuatu, harus dikatakan bahwa tidak ada yang lebih penting dalam menyediakan alat yang mereka gunakan dan ide yang mereka gunakan selain Paul Samuelson.”
Pada tahun 1948, buku pengantar ekonominya pertama kali terbit. Buku ini, di kemudian hari, menjadi salah satu textbook yang paling banyak digunakan dalam sejarah pendidikan Amerika selama hampir 30 tahun. Selain itu, bukunya juga telah diterjemahkan ke 20 bahasa dan terjual 50.000 eksemplar dalam kurun setengah abad setelah pertama terbit.
Sebagai perangkat pembelajaran, pengantar ekonomi Samuelson banyak membuka cakrawala kita terhadap subjek-subjek ekonomi: permintaan dan penawaran; modal, alokasi, tenaga kerja, dan uang; peran pemerintah dalam perekonomian; sejarah uang dan bank; tabungan dan investasi; konsumsi; dan masih banyak lagi.
Memang, Samuelson tidak sampai menemukan frase populer yang menyihir imajinasi publik, semisal the affluent society (masyarakat tajir) yang dicetuskan John Kenneth Galbraith, atau the market of lemons oleh George Akerlof. Meski demikian, Samuelson memiliki keunggulan yang membuat buku-bukunya memikat.
Paul Samuelson berhasil menuliskan buku eksakta dengan kualitas sastrawi. Ia seperti berhasil menata pikiran rumit tentang ekonomi ke dalam roda-roda cerita, dari paragraf satu ke paragraf selanjutnya. Ia memainkan nyaris seluruh perangkat literer dalam sastra dan membuat bukunya bisa dinikmati layaknya membaca Lelaki Tua dan Laut milik Ernest Hemingway.
Ada metafora dalam bukunya, ada hiperbola, ada understatement, ada ironi, ada harapan, dan perangkat literer lainnya yang semua itu disusun seperti gaya tutur nasihat seorang abang kepada adiknya.
Di satu sisi, buku itu tetap bisa tampil otoritatif. Samuelson tetap dapat mempertahankan wibawanya sebagai ekonom yang berpikir mendalam dan penuh penghayatan akan suatu masalah kompleks perekonomian.
Seiring waktu, bahkan buku pengantarnya itu bukan saja disimak kalangan mahasiswa. Para presiden Amerika Serikat pun turut menyimaknya. Belum lagi para pemimpin dunia, anggota kongres, dewan federal, ekonom umum, dan lain-lain.
Buku Samuelson barangkali memang demikian memikat. Pada tahun 1960, tepat setelah Pilpres Amerika selesai digelar, John F Kennedy yang keluar sebagai Presiden AS terpilih langsung menghubungi Paul Samuelson. Kennedy ingin mendengar nasihatnya tentang bagaimana mengelola ekonomi sebuah negara sebesar Amerika Serikat.
Bisa dikata, nasihat-nasihat Paul Samuelson ikut membentuk Amerika dan negara lainnya. Kepakaran Samuelson yang sedikit banyak termanifestasikan di bukunya itu, jelas juga telah membuat banyak kalangan sedikit lebih memahami bagaimana dunia bekerja. []
Ikuti artikel menarik BARISANDATA atau pembahasan TOKOH lainnya.