Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia masih menyimpan banyak masalah.
TINGKAT Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2024 diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 4,82%, menurun dibanding Februari 2023. Jumlah Pengangguran pun berkurang menjadi sebanyak 7,20 juta orang. Kondisinya dinilai sangat membaik oleh banyak pihak.
Jika dibandingkan dengan kondisi setahun sebelum pandemi, sebesar 4,98% pada Februari 2019, maka TPT sebenarnya hanya sedikit membaik. Bahkan, lebih banyak dalam hal jumlah penganggur yang saat itu sebanyak 6,90 juta orang.
Harus diakui bahwa TPT selama era pasca-reformasi memang masih jauh lebih tinggi dibanding era sebelum krisis tahun 1998. TPT tercatat stabil di kisaran 2,7% selama era tahun 1986–1993, dan masih di bawah 5% pada tahun 1994–1997.
Pemulihan ekonomi dari krisis kala itu tampak lebih cepat dari aspek pertumbuhan ekonomi, namun berlangsung sangat lambat dalam hal tingkat pengangguran. Pola serupa berulang meski dalam skala yang lebih kecil, ketika ekonomi Indonesia terdampak pandemi. Pemulihan TPT berlangsung lebih lambat dibanding pertumbuhan ekonomi—dan cukup signifikan.
Catatan Terkini Tingkat Pengangguran
Penurunan tingkat pengangguran pada Februari 2024 disumbang pula oleh angkatan kerja yang bertambah signifikan. Jumlahnya mencapai 149,38 juta orang, bertambah sebanyak 2,76 juta orang dari setahun sebelumnya. Meskipun jumlah penganggur hanya berkurang 0,79 juta orang, TPT bisa berkurang banyak karena persentase dari Angkatan Kerja.
Angkatan Kerja merupakan mereka yang aktif masuk ke dalam pasar tenaga kerja, baik yang bekerja maupun yang pengangguran. Persentasenya dari penduduk usia kerja disebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yang sebesar 69,80% pada Februari 2024. Tertinggi sejak tahun 2012.
TPAK sering dipakai sebagai salah satu indikator dari potensi pertumbuhan ekonomi, karena tenaga kerja merupakan faktor produksi. Dilihat dari sudut pandang ini, fenomenanya menggembirakan. Namun dilihat dari sisi berbeda, mencerminkan banyak orang terpaksa masuk pasar tenaga kerja, padahal masih usia sekolah.
Di antara 142,18 juta orang yang bekerja, terdapat mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu, yang disebut pekerja tidak penuh yang mencapai 48,91 juta orang. Meningkat pesat dibanding tahun-tahun sebelumnya, dan rekor terbanyak.
Sedang dilihat secara persentase dari total pekerja mencapai 34,40%. Angka ini mencerminkan belum optimalnya faktor produksi tenaga kerja dalam produksi, sehingga mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi.
Di antara pekerja tidak penuh terdapat kelompok setengah pengangguran. Mereka masih mencari pekerjaan atau bersedia menerima pekerjaan lainnya. Jumlah bertambah sebanyak 2,52 juta orang selama setahun, dari 9,59 juta orang pada Februari 2023 menjadi 12,11 juta pada Februari 2024. Secara persentase, bertambah dari 6,91% menjadi 8,52%.
Dalam persepektif ini, penurunan tingkat pengangguran menjadi kurang berarti. Jumlah mereka yang tercatat bekerja memang bertambah, namun banyak yang tidak sepenuhnya bekerja. Sebagian dari mereka masih mencari pekerjaan lagi.
Aspek lain yang perlu dicermati adalah makin banyaknya orang yang bekerja di sektor pertanian. Padahal laju pertumbuhan produksi riil dari sektor ini terus menurun, bahkan turun pada Triwulan I-2024. Dampak pandemi membuat sektor pertanian menjadi semacam “penampungan” bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan di sektor lain seperti industri pengolahan.
Ketika perekonomian diklaim mulai pulih oleh otoritas ekonomi, pekerja di sektor ini justeru tercatat bertambah banyak. Jumlah pekerja sektor pertanian di atas 40 juta selama tiga tahun terakhir, dan mencapai 40,72 juta orang pada Februari 2024.
Kondisi ketenagakerjaan terkini juga ditandai bertambahnya pekerja informal menurut klasifikasi BPS. Secara porsi atau persentase memang terjadi penurunan pada Februari 2024 dibanding 2023, dari 60,12% menjadi 59,17%. Namun secara jumlah, masih sedikit bertambah, dari 83,34 juta orang menjadi 84,13 juta orang.
Salah satu kelompok pekerja informal yang paling mengkhatirkan adalah mereka yang disebut pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar. Jumlahnya masih terus bertambah dan mencapai 20,04 juta orang per Februari 2024
Jumlah informal pada Februari 2024 merupakan yang terbanyak selama ini. Sedangkan dilihat dalam persentase, merupakan yang tertinggi selama satu dekade terakhir. Fenomena ini dapat diartikan banyak lapangan kerja yang tercipta tidak memberikan pekerjaan yang layak.
Uraian di atas memperkuat fenomena paradoks tingkat pengangguran yang rendah berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia. Tingkatnya menyamarkan kondisi kemiskinan yang substansial, karena tidak tersedia jaminan perlindungan sosial yang memadai, seperti asuransi pengangguran dan tunjangan kesejahteraan. Akibatnya, hanya mereka yang relatif kaya yang mampu menganggur.
Pengangguran menjadi barang mewah, hanya mereka yang mempunyai tabungan atau pendapatan di luar pekerjaan yang bisa menganggur. Sementara mereka yang miskin, tidak bisa menganggur, mereka harus bekerja apa saja untuk dapat hidup. Banyak yang bekerja asal memperoleh pekerjaan saja, sehingga tingkat pengangguran tampak menurun. []