Barisandata.co
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Kajian Utama
  • Ekonopedia
  • Indikator
  • Analisis
  • Khazanah
  • Kajian Utama
  • Ekonopedia
  • Indikator
  • Analisis
  • Khazanah
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisandata.co
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil

Beranda » Bank Indonesia Berhutang untuk Mengutangi Pemerintah

Bank Indonesia Berhutang untuk Mengutangi Pemerintah

23/03/2025
Waktu membaca: 4 menit
A A
utang pemerintah makin membebani

Awalil Rizky (Foto: Barisandata/Thomi).

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke Whatsapp

Ketika bank sentral semakin banyak memegang surat utang negara, siapa sebenarnya yang mengendalikan stabilitas ekonomi?

Oleh: Awalil Rizky
(Ekonom Bright Institute)

BANK Indonesia melaporkan telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) sejumlah Rp70,74 triliun selama tahun ini, hingga 18 Maret 2025. Pembelian surat utang pemerintah itu dikatakan sebagai langkah operasi moneter pro-market. Apa pun penjelasanNya, kepemilikan SBN oleh BI makin banyak, secara nominal dan porsi atas total.

Gubernur BI Perry Warjiyo menguraikan pembelian SBN melalui pasar sekunder sebesar Rp47,31 triliun dan melalui pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) sebesar Rp23,43 triliun. Hal tersebut ditegaskan guna mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah dan pencapaian sasaran inflasi.

Pembelian SBN dari pasar sekunder sebenarnya telah dilakukan sejak lama. Pada akhir tahun 2024, BI dan Kementerian Keuangan merasa perlu menyampaikan siaran pers bersama antara lain menyepakati BI akan melakukan pembelian SBN dari pelaku pasar dan melalui mekanisme pertukaran SBN secara bilateral (bilateral debt switch) dengan Pemerintah.

Pembelian di pasar perdana tidak boleh dilakukan oleh BI sebelum adanya ketentuan perundangan tahun 2020 terkait pandemi covid. Berdasar ketentuan itu, BI malah diminta beli SBN di pasar primer terkait dengan pembiayaan pandemi covid dan pemulihan ekonomi setelahnya. Sedang pembelian atau penjualan di pasar sekunder pun tetap dilakukan.

Setelah ketentuan berdasar kondisi pandemi berakhir, telah ditetapkan ketentuan baru dalam UU No.4/ 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). UU P2SK kembali memperbolehkan BI membeli SBN di pasar perdana. Sebenarnya dengan syarat adanya kondisi krisis dan harus tenor jangka panjang.

Konsekuensi langsung dari kebijakan tersebut nantinya adalah kepemilikan Bank Indonesia yang makin banyak atas SBN domestik yang diperdagangkan. Kepemilikannya secara neto saat ini saja tercatat paling besar, mencapai Rp1.608,27 triliun per 20 Maret 2024 atau 25,79%.

Sebagai perbandingan, kepemilikan BI atas SBN domestik diperdagangkan pada akhir 2019 hanya sebesar Rp273,21 triliun dengan porsi 9,93%. Sebelum pandemi covid tahun 2020, porsi kepemilikannya memang hanya kisaran 9-10% pada tahun 2015-2019. Bahkan, pada tahun-tahun sebelumnya kurang dari 4%.

Kondisi keuangan Pemerintah pun makin bergantung dengan kebijakan BI. Tanpa bantuannya, upaya membiayai defisit anggaran menjadi sangat sulit. Selain itu, SBN masih dipegang dan dibeli lagi oleh berbagai pihak antara lain karena semacam “dijamin” oleh BI.

Untuk memahami kondisi tersebut, perlu dicermati data keuangan BI, khususnya bagian operasi moneter selama beberapa tahun terakhir. Posisi total operasi moneter mulai melonjak pada akhir tahun 2020 menjadi Rp694,01 triliun, dari akhir 2019 yang sebesar Rp297,49 triliun.

Posisi neto itu bersifat menyerap atau absorpsi likuiditas perekonomian. Instrumen yang dipakai untuk menyerap antara lain: Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Term Deposit Rupiah, Revers Repo SBN, dan Deposit Facility.

Pada saat bersamaan, kepemilikan BI atas SBN domestik juga melonjak. Dari sebesar Rp273,21 triliun pada akhir 2019 menjadi Rp874,88 triliun pada akhir 2020.

Posisi operasi moneter BI masih meningkat menjadi Rp881,27 triliun pada akhir 2021. Menurun menjadi Rp742,93 triliun dan Rp765,57 triliun pada akhir 2022 dan 2023. Kemudian meningkat lagi menjadi Rp945,56 triliun pada akhir 2024.

Sementara itu, kepemilikan BI atas SBN terus meningkat sampai akhir tahun 2022. Hanya sempat sedikit turun pada akhir 2023, kemudian melonjak lagi pada akhir 2024. Masih meningkat hingga minggu ketiga Maret 2025, dan telah menciptakan rekor nilai nominal kepemilikan.

Dari dinamika tersebut, dapat disimpulkan bahwa salah satu sumber dana pembelian SBN adalah dari operasi moneter BI. Bahkan, terindikasi menjadi sumber dana utama selama setahun terakhir.

posisi srbi

Salah satu yang menarik dicermati adalah perubahan instrumen operasi moneter yang dipakai oleh Bank Indonesia. Mulai minggu kedua September 2023, diperkenalkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). SRBI merupakan surat utang BI berjangka pendek, yang saat ini bertenor 6,9, dan 12 bulan.

Secara perlahan setahun setelah diperkenalkan, SRBI menjadi instrumen utama operasi moneter BI. Porsinya selalu di kisaran 90% dari total hingga saat ini. Perlu diketahui, SRBI memiliki underlying kepemilikan BI atas SBN, serta sekitar 25% dibeli oleh asing. 

Rata-rata yield SRBI lebih tinggi dari SBN dan bahkan dari Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang merupakan SBN berjangka pendek. Secara pengamatan sederhana, BI melakukan “transaksi rugi” berutang kepada para pihak dengan bunga bersih lebih tinggi dibanding yang diperolehnya dari SBN yang dimiliki. SRBI yang dibeli pihak asing tercatat sebagai utang luar negeri Bank Indonesia

Bisa saja disampaikan alasan peran BI adalah menjaga stabilitas pasar SUN. Tanpa keterlibatan aktif BI, maka dikhawatirkan pasar sekunder SBN menjadi sangat bergejolak (volatile). Gejolaknya dapat membawa penurunan harga atau kenaikan yield yang “cukup liar”, akan berdampak pada semua indikator moneter dan keuangan.

Dasar pemikiran tersebut bisa dimengerti, namun kepemilikan BI sudah terlanjur sangat banyak. Perlu dikurangi secara perlahan, minimal dalam hal porsi jika belum bisa nominalnya. Secara teknis akan berlangsung alamiah jika SBN yang jatuh tempo dan dibayar pemerintah tidak ditukar atau dibelikan lagi untuk SBN baru.

Kepemilikan yang besar saat ini dan masih akan bertambah sepanjang tahun 2025, menimbulkan risiko yang meningkat. Berdampak luas pada kondisi industri keuangan dan moneter, dan secara lebih khusus perbankan yang terkendala dalam penghimpunan dana. Bahkan, menambah keengganan mereka untuk menyalurkan kredit lebih besar bagi sektor riil. [Luk]

Tags: Bank IndonesiahutangSurat Berharga Negara
Share4Tweet2Send

Pos Terkait

utang pemerintah makin membebani
Analisis

Penarikan Utang Bruto Sebesar 1.600 Triliun dan Posisi Utang Mencapai 10.360 Triliun

25/09/2025
Infrastruktur
Analisis

Kondisi SAL Disebabkan Berutang Ugal-ugalan

15/09/2025
utang pemerintah makin membebani
Analisis

Saldo Anggaran Lebih (SAL) Menjadi Andalan Purbaya

14/09/2025
Infrastruktur
Analisis

BPS Belum Menyesuaikan Ukuran Miskin Ekstrem

28/07/2025
utang pemerintah makin membebani
Analisis

Dialokasikan Sebagai Anggaran Pendidikan Namun Tidak Terealisasi

24/07/2025
utang pemerintah makin membebani
Analisis

Utang Sektor Publik Mencapai 20.000 Triliun

17/07/2025

Terkini

utang pemerintah makin membebani
Analisis

Penarikan Utang Bruto Sebesar 1.600 Triliun dan Posisi Utang Mencapai 10.360 Triliun

Oleh Awalil Rizky
25/09/2025

Penarikan Utang Bruto Sebesar 1.600 Triliun

BacaDetails
Infrastruktur

Kondisi SAL Disebabkan Berutang Ugal-ugalan

15/09/2025
utang pemerintah makin membebani

Saldo Anggaran Lebih (SAL) Menjadi Andalan Purbaya

14/09/2025
Infrastruktur

BPS Belum Menyesuaikan Ukuran Miskin Ekstrem

28/07/2025
utang pemerintah makin membebani

Dialokasikan Sebagai Anggaran Pendidikan Namun Tidak Terealisasi

24/07/2025

Panel Interaktif

Kenapa Sektor Industri Kita Tak Kunjung Maju? Apa yang Salah?
Kenapa Sektor Industri Kita Tak Kunjung Maju? Apa yang Salah?
Pemerintah Serius Gak Sih Menggenjot Sektor Industri?
Pemerintah Serius Gak Sih Menggenjot Sektor Industri?
Kok Makin Banyak Milenial yang Nganggur?
Kok Makin Banyak Milenial yang Nganggur?
Orang Berpendidikan Tinggi Susah Dapat Kerja di Indonesia
Orang Berpendidikan Tinggi Susah Dapat Kerja di Indonesia
Bisakah Indonesia Menikmati Bonus Demografi?
Bisakah Indonesia Menikmati Bonus Demografi?
Ada Jutaan Orang Indonesia Bekerja Tanpa Upah
Ada Jutaan Orang Indonesia Bekerja Tanpa Upah
Masih Ingat Video Pak Jokowi Soal Ekonomi Meroket?
Masih Ingat Video Pak Jokowi Soal Ekonomi Meroket?
Kejar Pertumbuhan Ekonomi di Atas 7%, Emang Pemerintah Bisa?
Kejar Pertumbuhan Ekonomi di Atas 7%, Emang Pemerintah Bisa?
Produksi Padi 2023 Terendah dalam 6 Tahun Terakhir
Produksi Padi 2023 Terendah dalam 6 Tahun Terakhir
Sektor-sektor Penyangga Pertumbuhan Ekonomi 2023
Sektor-sektor Penyangga Pertumbuhan Ekonomi 2023
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023 Secara Spasial
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023 Secara Spasial
Cadangan Devisa Indonesia Menurun di Februari 2024
Cadangan Devisa Indonesia Menurun di Februari 2024
Indonesia Masuk Negara Upper Middle Income Countries, Lalu Apa?
Indonesia Masuk Negara Upper Middle Income Countries, Lalu Apa?
Luas Lahan & Produksi Padi Makin Berkurang
Luas Lahan & Produksi Padi Makin Berkurang
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Layak Dibanggakan?
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Layak Dibanggakan?
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Disclaimer

Barisandata.co © 2024 hak cipta dilindungi undang-undang.

Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Kajian Utama
  • Ekonopedia
  • Indikator
  • Analisis
  • Khazanah

Barisandata.co © 2024 hak cipta dilindungi undang-undang.

Kenapa Sektor Industri Kita Tak Kunjung Maju? Apa yang Salah? Pemerintah Serius Gak Sih Menggenjot Sektor Industri? Kok Makin Banyak Milenial yang Nganggur? Orang Berpendidikan Tinggi Susah Dapat Kerja di Indonesia Bisakah Indonesia Menikmati Bonus Demografi? Ada Jutaan Orang Indonesia Bekerja Tanpa Upah Masih Ingat Video Pak Jokowi Soal Ekonomi Meroket? Kejar Pertumbuhan Ekonomi di Atas 7%, Emang Pemerintah Bisa? Produksi Padi 2023 Terendah dalam 6 Tahun Terakhir Sektor-sektor Penyangga Pertumbuhan Ekonomi 2023 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023 Secara Spasial Cadangan Devisa Indonesia Menurun di Februari 2024 Indonesia Masuk Negara Upper Middle Income Countries, Lalu Apa? Luas Lahan & Produksi Padi Makin Berkurang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Layak Dibanggakan?