Hasil yang buruk pengentasan kemiskinan tak sebanding dengan anggaran yang telah dikeluarkan. Ada indikasi pemborosan luar biasa.
PROGRAM penganggulangan kemiskinan terbilang cukup banyak dan diberi alokasi anggaran besar selama era Pemerintahan Jokowi. Sebagaimana era sebelumnya, pemerintah selalu mengatakan komitmen untuk mengurangi angka kemiskinan dan jumlah penduduk miskin. Bahkan, sebagian besar program dan kebijakan merupakan kelanjutan atau perbaikan dari sebelumnya.
Selama dua dekade terakhir, program penanggulangan kemiskinan dinyatakan pemerintah secara lebih luas, yang dikenal dengan istilah program perlindungan sosial. Program dan kebijakan didasari sistem perlindungan sosial Indonesia, yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu: bantuan sosial, jaminan sosial, dan jaring pengaman sosial.
Alokasi dan realisasi APBN tercatat cukup besar selama era Jokowi, terutama pada era kedua pemerintahannya. Pada tahun pertama pemerintahan Jokowi, anggaran sempat menurun drastis karena pengurangan subisdi BBM. Dari sebesar Rp427,6 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp251,9 triliun pada tahun 2015.
Perlahan meningkat kembali pada tahun 2016 sampai dengan 2019. Namun masih belum kembali pada alokasi semula, hanya mencapai Rp308,38 triliun pada tahun 2019. Tambahan anggaran signifikan ketika perekonomian terdampak pandemi Covid-19, menjadi Rp490 triliun pada tahun 2020.
Besaran ini hanya sedikit berkurang pada tahun 2021 sampai dengan 2023. Kemudian meningkat menjadi Rp496,8 triliun pada APBN tahun 2024. Anggaran perlindungan sosial dialokasikan antara lain melalui: Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp156,10 triliun, non-K/L dialokasikan sebesar Rp330 triliun, Transfer Ke Daerah (TKD) sebesar Rp10,65 triliun.
Melalui Kementerian Sosial antara lain untuk penyaluran bantuan tunai bersyarat melalui Program Keluarga Harapan (PKH), bansos pangan sembako, dan pelaksanaan Asistensi Rehabilitasi Sosial. Melalui Kementerian Kesehatan antara lain untuk penyaluran bantuan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional. Melalui Kemendikbudristek dan Kementerian Agama antara lain untuk pelaksanaan PIP dan Program KIP Kuliah.
Anggaran Perlinsos melalui belanja non-K/L antara lain dialokasikan untuk penyaluran subsidi BBM sebanyak 19,58 juta kiloliter, penyaluran subsidi LPG tabung 3 kg sebanyak 8,03 juta metrik ton, dan penyaluran subsidi bunga KUR untuk 6,09 juta debitur. Sedangkan melalui TKD terutama digunakan untuk pelaksanaan penyaluran Bantuan Langsung Tunai Desa.
Alokasi Anggaran dan Jumlah Penduduk Miskin
Anggaran perlindungan sosial yang cukup besar ternyata hanya mengurangi sedikit penduduk miskin tiap tahunnya. Sebagai gambaran, jumlah penduduk miskin selama lima tahun terakhir sejak Maret 2019 justeru bertambah sebanyak 75 ribu jiwa.
Terlepas dari kondisi yang terdampak pandemi, setahun terakhir ketika perekonomian telah pulih pun hanya berkurang sebanyak 679 ribu orang. Padahal APBN tahun 2023 mengalokasikan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp439 triliun.
Alokasi APBN 2024 berjalan sebesar Rp496,8 triliun dapat disandingkan dengan jumlah penduduk miskin per Maret 2024 sebanyak 25,22 juta jiwa. Andai hanya ada satu jenis program yang membagi anggaran secara langsung kepada mereka, maka tiap orang akan memperoleh Rp19,70 juta.
Umpama yang menerima ditingkatkan kepada sekitar 40 juta jiwa agar mereka yang hampir miskin pun memperolehnya. Setiap orang akan menerima Rp12,42 juta orang. Padahal Garis Kemiskinan nasional Maret 2024 hanya Rp582.923 yang jika disetahunkan menjadi sekitar Rp7 juta per orang.
Pengandaian tersebut membuat tidak ada lagi penduduk miskin pada Maret 2025 mendatang. Meski garis kemiskinan akan meningkat, namun biasanya hanya sekitar 5–7% atau kisaran Rp600 ribu per bulan atau Rp7,2 juta per tahun. Padahal, jumlah penduduk miskin hanya akan kisaran 24,5–25 juta orang per Maret 2025 mendatang.
Perlu pula diingat bahwa para penduduk miskin tersebut bukannya tidak memiliki pendapatan atau melakukan pengeluaran. BPS sendiri memberi gambaran melalui indeks kedalaman kemiskinan dalam hal rata-rata pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan. Artinya, pengandaian penyaluran dana secara langsung tadi membuat mereka makin menjauhi batas miskin.
Pengandaian teoritis itu bisa dilakukan untuk tiap tahun anggaran, hasilnya tak akan jauh berbeda. Menunjukkan bahwa alokasi anggaran yang besar untuk berbagai program tampak jauh lebih buruk andai hanya dibagikan secara langsung.
Dalam hal ini, penulis bukan menyarankan agar hanya ada satu program perlindungan sosial berupa penyaluran langsung. Berbagai program dan kebijakan memang perlu dilakukan dan berhubungan dengan kondisi perekonomian keseluruhan. Pengandaian teoritis untuk menunjukkan tidak efektif dan tidak efisiennya program dan kebijakan yang telah dijalankan
Dilihat dari anggaran seharusnya telah mencukup untuk mengatasi masalah kemiskinan. Hasil yang buruk selama ini mengindikasikan pemborosan yang luar biasa dalam hal anggaran dan program perlindungan sosial.
Bagaimanapun yang lebih mengkhawatirkan dan perlu dikaji secara amat serius kemungkinan dinamika perekonomian yang terus memelihara proses pemiskinan. Hanya orang miskin yang telah ada yang menjadi basis perhitungan. Diperlukan tidak hanya perbaikan program perlindungan sosial, melainkan perubahan paradigma pegelolaan dan pembangunan ekonomi. [adj]