Pertumbuhan ekonomi hingga 7% hanya bisa dicapai jika ada perubahan kebijakan yang mendasar.
PERTUMBUHAN ekonomi Indonesia ditargetkan mencapai 7% dalam visi misi 2 pasang Calon Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024–2029. Bahkan, Prabowo Subianto menyebut angka 8% akan bisa tercapai dalam periode 4 hingga 5 tahun ke depan. Padahal, pertumbuhan hingga 7% belum pernah dialami lagi oleh Indonesia selama 27 tahun terakhir atau sejak tahun 1997.
Target pertumbuhan ekonomi yang tinggi sebelumnya pernah pula disampaikan Jokowi, pada masa kampanye 2014 dan kemudian ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015–2019. Target tersebut tidak pernah tercapai, bahkan rata-rata hanya tumbuh sebesar 5,09% per tahun.
Pada periode kedua Presiden Jokowi, target pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN 2020–2024 justeru diturunkan. Target dinyatakan dalam besaran rentang, yang bisa saja diambil titik tengahnya untuk keperluan analisis. Realisasi hingga tahun 2023 pun tidak pernah mencapai target.
Sebelum pandemi, selama periode pemerintahan Presiden Jokowi pertama (2015–2019) rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai 5,03% per tahun. Pada periode kedua (2020–2024), dengan asumsi target APBN 2024 tercapai, rata-ratanya hanya 3,44% per tahun.
Pertumbuhan ekonomi selama era pemerintahan Presiden Jokowi rata-rata hanya sebesar 4,24% per tahun. Sedangkan pada era pemerintahan Presiden SBY mencapai 5,72% per tahun. Pertumbuhan yang cukup tinggi pernah dialami Indonesia pada era Presiden Soeharto, yang rata-rata mencapai 6,77% per tahun.
Penyebab Kesulitan Tumbuh Tinggi
Penyebab utama tidak mampunya ekonomi Indonesia tumbuh tinggi seperti yang diharapkan adalah karena tidak ditopang oleh fundamental ekonomi yang kuat. Kinerjanya tidak bersumber pada sektor ekonomi yang berporsi besar dalam struktur ekonomi dan yang mampu tumbuh tinggi secara stabil, seperti sektor industri pengolahan dan sektor pertanian.
Sektor industri pengolahan yang terdiri dari 16 subsektor tumbuh rata-rata sebesar 3,99% per tahun selama tahun 2011–2023. Bahkan hanya sebesar 3,44% selama era Jokowi pada tahun 2015–2023. Selama era Jokowi sektor ini tidak pernah melampaui pertumbuhan ekonomi.
Kondisi lebih buruk terjadi pada sektor pertanian yang mencakup subsektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Sektor pertanian tumbuh rata-rata sebesar 3,29% per tahun pada tahun 2011–2023. Bahkan hanya 2,86% selama era Jokowi. Pertumbuhan pada tahun 2023 pun menjadi yang terendah selama ini, yakni sebesar 1,30%.
Penopang pertumbuhan ekonomi masih bisa di kisaran 5% per tahun terjadi secara bergantian oleh beberapa sektor, yang sebenarnya masih belum bisa menjadi fundamen atau penopang struktur ekonomi yang kuat. Di antaranya sektor informasi dan komunikasi, sektor konstruksi, sektor perdagangan, dan sektor jasa keuangan dan asuransi. Ditambah sektor pertambangan yang kadang tumbuh signifikan, namun kadang mengalami kontraksi.
Sedangkan dari sisi komponen penggunaan atau pengeluaran, terdapat indikasi untuk sulit tumbuh tinggi secara berkelanjutan. Penopang utamanya masih konsumsi rumah tangga, yang porsinya mencapai 53,18% dari PDB tahun 2023. Namun lajunya pun cenderung melandai selama beberapa tahun terakhir paska pandemi, dan di bawah pertumbuhan ekonomi.
Komponen pengeluaran yang sebenarnya bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun berikutnya dan bahkan berkelanjutan adalah pembentukan modal tetap bruto (PMTB). PMTB merupakan penambahan dan pengurangan barang modal.
Barang modal merupakan peralatan yang digunakan untuk berproduksi dan biasanya mempunyai umur pakai satu tahun atau lebih. Antara lain berbentuk: bangunan atau konstruksi, mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan, alat angkutan, dan barang modal lainnya.
Sayangnya, porsi PMTB atas PDB pada tahun 2022 hanya sebesar 29,09% dan sebesar 29,33% pada tahun 2023. Porsi ini menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya di kisaran 32%. Pertumbuhannya pun cenderung melambat, dan di bawah pertumbuhan ekonomi.
Sumber pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran yang meningkat beberapa tahun ini adalah ekspor barang dan jasa. Fenomena ini sebenarnya tidak buruk, namun data-data menunjukkan bersifat sangat tidak stabil.
Pertumbuhan terbantu oleh harga komoditas yang sangat tinggi dan kondisi beberapa negara yang terkendala ekspor. Ditopang pula oleh sektor Pertambangan dan Penggalian yang tumbuh cukup tinggi, namun bersifat tidak stabil.
Dari uraian di atas ditambah ide-ide dalam visi misi dan pernyataan publiknya, penulis berpandangan target tumbuh 7% dari pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nyaris tidak mungkin tercapai. Tidak tampak adanya konsep atau gagasan yang berpotensi memicu pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Pertumbuhan ekonomi hingga 7% hanya bisa dicapai jika ada perubahan kebijakan yang mendasar. Kebijakan yang mampu mendorong industri pengolahan tumbuh hingga 10% dan saat bersamaan menjaga sektor pertanian bisa tumbuh di atas 3%.
Hal itu berkaitan erat dengan menambah daya beli agar konsumsi masyarakat tetap tumbuh tinggi sekurangnya setara dengan pertumbuhan ekonomi, serta PMTB diupayakan tumbuh hingga 10%. []
Discussion about this post