Istilah trickle down effect populer sejak Amerika Serikat dipimpin Ronald Reagan.
GAGASAN metaforis yang menganggap kekayaan (terutama uang) sebagai benda cair tampaknya sudah berlangsung cukup lama—mungkin sudah dimulai berabad-abad silam.
Rasa berbahasa di Indonesia pun akrab dengan ragam istilah seperti kucuran dana, suntikan modal, aliran uang, dan lain-lain. Ada juga adjektiva menetes, yang mendapat legitimasi akademik dan diabadikan dalam konsep bernama trickle down effect.
Ada yang bilang trickle down effect mula-mula dicetuskan oleh Paul Streeten dalam karyanya berjudul The Frontiers of Development Studies (1972). Ada juga versi lain sebagaimana tertulis di kamus Merriam-Webster, yang menyebut istilah trickle down pertama kali muncul dalam studi ekonomi pembangunan pada tahun 1944.
Di luar perdebatan akademis itu, istilah trickle down effect populer sejak Amerika Serikat dipimpin Ronald Reagan. Ide di balik teori trickle down effect adalah bahwa keuntungan atau kekayaan yang diberikan kepada mereka yang berada di puncak hierarki akan ‘menetes’ turun ke lapisan bawah masyarakat.
Oleh sebab itu, pemerintah AS melonggarkan aturan terhadap orang kaya atau pemilik modal. Pajak mereka dipotong. Pajak Penghasilan (PPh) perusahaan mereka diringankan. Tarif pajak individu kaya diturunkan. Aturan bisnis serta insentif yang menyasar si kaya dipermudah.
Harapannya, si kaya bisa lancar dalam berusaha lalu membuka lapangan kerja bagi banyak orang. Jika makin banyak orang bekerja, artinya semakin kecil angka pengangguran dan semakin banyak orang mentas dari kemiskinan. Pada akhirnya, trickle down akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Hanya saja dunia rupanya tidak berjalan lempeng dan tanpa aral melintang. Sebuah teori tidak bisa melenggang begitu saja tanpa menemui masalah di tengah jalan. Trickle down effect, meski terdengar indah dalam teori, justru sulit diterapkan atas beragam cacat-inheren dari teori itu sendiri.
Salah satu kritik utama pada trickle down adalah tidak efektifnya rumusan ini dalam mengurangi kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan yang miskin. Ia juga dinilai tidak menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat dan terlalu pro-bisnis. Mungkin perdebatan tentang trickle down dalam kebijakan ekonomi masih terus berlanjut hingga lima menit sebelum kiamat besar. []
Ikuti artikel menarik BARISANDATA atau pembahasan ISTILAH EKONOMI lainnya.