TKI jelas selalu berkontribusi menyumbang masuknya devisa. Sungguh tak layak jika otoritas ekonomi memposisikan fenomena TKI sebagai persoalan, bukan sebagai potensi besar
BERTAMBAH atau berkurangnya cadangan devisa terutama disebabkan oleh perkembangan kondisi transaksi internasional, yang dicatat dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). NPI terdiri dari dua bagian utama yang juga berupa neraca, yaitu Transaksi Berjalan dan Transaksi Finansial. Surplus berarti bertambah, sedangkan defisit berarti berkurang.
Transaksi Berjakan mencatat transaksi antara penduduk Indonesia dengan pihak asing yang tidak mengakibatkan hak dan kewajiban lagi di waktu mendatang setelah transaksi selesai. Terdiri dari empat komponen yang juga berbentuk neraca, yaitu: necara barang, Jasa-jasa, Pendapatan Primer, dan Pendapatan Sekunder.
Neraca Pendapatan Sekunder termasuk yang jarang dalam diskusi publik. Pendapatan Sekunder meliputi semua transfer yang tidak termasuk dalam pengertian transfer modal. Transfer yang masuk dicatat sebagai penerimaan, dan yang keluar dicatat sebagai pembayaran.
Pada tahun 2023, penerimaan mencapai US$15,26 miliar, sedangkan pembayaran sebesar US$5,37 Miliar. Neraca Pendapatan Sekunder mengalami surplus sebesar US$5,37 miliar. Selalu mengalami surplus tiap tahunnya. Sempat mencetak rekor surplus pada tahun 2019 mencapai US$7,63 Miliar. Namun, cenderung menurun sejak tahun 2020.
Neraca Pendapatan Sekunder terutama mencatat transfer personal yang dikenal juga sebagai remitansi tenaga kerja. Yaitu transfer dari pekerja migran kepada keluarga di negara asal. Pengertian migran dalam pencatatan ini adalah seseorang yang datang ke suatu wilayah ekonomi dan tinggal ataupun bermaksud untuk tinggal selama satu tahun atau lebih.
Transfer Personal pada tahun 2023 mencatat penerimaan sebesar US$14,22 miliar. Rekor tertinggi selama ini. Ada kemungkinan pada tahun 2024 akan kembali meningkat, karena selama Triwulan I 2024 telah mencapai US$3,82 miliar. Capaian triwulan satu tersebut juga merupakan yang terbesar selama ini.
Pekerja migran Indonesia atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) memang terus memberi sumbangan devisa selama puluhan tahun. Nilainya cenderung meningkat selama periode tahun 2005-2015. Sempat merosot pada tahun 2016 dan 2017, namun kembali meningkat hingga tahun 2019. Meski kemudian terdampak pandemi dan menurun pada tahun 2020 dan 2021.
Nilai penerimaan sebesar US$14,22 miliar pada tahun 2022 itu bisa dibandingkan dengan nilai ekspor berbagai komoditas. Jauh lebih besar dibanding nilai ekspor seluruh komoditas pertanian, kehutanan dan Perikanan yang hanya US$4,69 miliar.
Lebih besar dari sebagian besar komoditas industri manufaktur. Hanya sedikit di bawah komoditas manufaktur andalan, seperti tekstil dan produk tekstil serta minyak sawit. Lebih besar dari nilai beberapa komoditas ekspor hasil pertambangan selain Batubara. Bahkan, ekspor Nikel dan barang daripadanya (diolah) hanya sebesar US$6,82 miliar.
Jumlah TKI tercatat sebanyak 3,72 juta orang pada akhir Triwulan I 2024. Sedikit bertambah selama beberapa tahun terakhir, setelah merosot karena pandemi Covid. Bagaimanapun, masih lebih sedikit dibanding tahun-tahun lampau, yang sempat mencapai 4,7 juta orang pada tahun 2006. Kebijakan moratorium, kebijakan negara penempatan, serta kebijakan yang lebih ketat dalam pengiriman TKI menjadi salah satu penyebabnya.
Penempatan TKI terkonsentrasi pada lima negara, yang mencapai atau 3,51 juta orang atau 94,33% dari total pada tahun 2022. Urutan terbesarnya adalah sebagai berikut: Malaysia (1.725 ribu orang), Arab Saudi (843 ribu orang), Taiwan (423 ribu orang), Hongkong (413 ribu orang), dan Singapore (105 ribu orang).
Meski jumlahnya cenderung stagnan selama beberapa tahun terakhir, nilai remitansinya masih cenderung meningkat. Remitansi terbesar berasal dari mereka yang bekerja di kawasan Timur Tengah dan Asia pasifik. Jika dilihat secara negara, urutan remitansi terbesar pada tahun 2023 adalah sebagai berikut: Malaysia (US$4,59 miliar), Arab Saudi (US$3,95 miliar), Taiwan (US$2,02 miliar), Hongkong (US$1,82 miliar), dan Singapore (US$412 juta).
Porsi remitansi dari kelima negara tersebut mencapai 90% dari total nilai remitansi pada tahun 2023. Persentasenya stabil di kisaran tersebut selama beberapa tahun terakhir.
Telah jelas bahwa TKI selalu berkontribusi menyumbang masuknya devisa. Sungguh tak layak jika otoritas ekonomi memposisikan fenomena TKI sebagai persoalan, bukan sebagai potensi besar. Seharusnya semua kebijakan terkait aspek keselamatan dan imbalan kerja bagi mereka menjadi prioritas kebijakan Pemerintah. []