Pemerintahan Jokowi, dalam 10 tahun ini, gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi sesuai dokumen RPJMN.
ERA pemerintahan Jokowi segera berakhir, meninggalkan berbagai catatan kinerja 10 tahun, termasuk dalam bidang ekonomi. Asesmen atau penilaian kinerja ekonomi selama era pemerintahannya bisa dilakukan dalam dua cara. Yaitu berdasar realisasi dan yang ditargetkan, serta perbandingan pertumbuhan ekonomi dengan periode sebelumnya.
Asesmen ekonomi pada prinsipnya mencakup jawaban atas empat pertanyaan pokok. Apa saja barang dan jasa yang diproduksi oleh perekonomian tersebut? Bagaimana cara memproduksinya? Untuk siapa diproduksi atau bagaimana pembagiannya? Kebijakan pokok apa yang telah diambil?
Jawabannya memakai ukuran yang lazim, dan memang tersedia banyak indikator ekonomi terkait. Sasaran bidang ekonomi disajikan dalam berbagai indikator dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). RPJMN merupakan penjabaran dari visi, misi dan program presiden yang ditetapkan pada awal periode pemerintahan sebagai Peraturan Presiden.
Asemen bagian ini lebih fokus pada soal jawaban apa yang diproduksi selama era Jokowi. Secara lebih khusus dalam hal pertumbuhan barang dan jasa yang diproduksi yang digambarkan oleh pertumbuhan ekonomi.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada RPJMN 2015–2019 adalah sebagai berikut: 5,8% (2015), 6,6% (2016), 7,1% (2017), 7,5% (2018), dan 8% (2019). Target yang tinggi ini pernah dikemukan secara populer oleh Jokowi sebagai ekonomi akan “meroket” pada awal pemerintahannya.
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi ternyata jauh lebih rendah tiap tahun. Realisasi pertumbuhan sebagai berikut: 4,88% (2015), 5,03% (2016), 5,07% (2017), 5,17% (2018), dan 5,02% (2019).
Dengan demikian, pemerintahan Jokowi periode pertama gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi RPJMN. Bahkan, rata-rata pertumbuhan hanya 5,03% per tahun. Lebih rendah dari rata-rata era SBY pertama yang mencapai 5,60% per tahun.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada RPJMN 2020–2024 dalam besaran rentang target, yakni batas bawah dan batas atas tiap tahunnya. Untuk keperluan asesmen diambil nilai tengah rentang sebagai target, yang jauh lebih rendah dibanding RPJMN sebelumnya. Yaitu sebagai berikut: 5,3% (2020), 5,55% (2021), 5,85% (2022), 6,15% (2023), dan 6,35% (2024).
Dampak pandemi Covid-19, membuat realisasinya sangat jauh dari sasaran tersebut. Yaitu sebagai berikut: -2,07% (2020), 3,69% (2021), 5,31% (2022), 5,05% (2023), dan 5,1% (2024). Secara rata-rata hanya 3,42% per tahun.
Dilihat selama 10 tahun era Jokowi, rata-rata pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 4,23% per tahun. Lebih rendah dibanding 10 tahun era SBY mencapai 5,75% per tahun. Bahkan, jauh lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan ekonomi era Soeharto (tahun 1969–1997) yang mencapai 6,77% per tahun.
Pertumbuhan ekonomi yang tidak cukup tinggi selama era Jokowi terutama disebabkan kinerja sektor industri pengolahan yang tidak sesuai harapan. Industri pengolahan ditargetkan RPJMN 2015–2019 tumbuh rata-rata 7,4% per tahun, sedang realisasinya hanya 4,19% per tahun.
RPJMN 2020–2024 memproyeksikan pertumbuhan yang lebih rendah dibanding RPJMN sebelumnya, yaitu rata-rata 6,28% per tahun. Akan tetapi realisasinya hanya 2,97% per tahun. Terlepas adanya dampak pandemi, namun kinerja sektor industri memang belum sesuai target, padahal merupakan motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan yang lebih rendah selama era Jokowi membuat porsi sektor industri pengolahan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) makin kecil. Dari sebesar 21,08% pada 2014 menjadi hanya sekitar 18,80% pada 2024.
Dari sisi pengeluaran atau permintaan agregat, tertahannya laju pertumbuhan ekonomi selama era Jokowi disebabkan oleh laju pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tidak sesuai target. PMTB yang dikenal juga sebagai kinerja investasi dalam PDB diharapkan RPJMN 2015–2019 tumbuh rata-rata 10,2% per tahun, namun realisasinya hanya mencapai 5,35%.
PMTB pada RPJMN 2020–2024 ditargetkan pertumbuhan rata-rata yang lebih rendah, yaitu sebesar 6,78% per tahun. Namun, realisasinya hanya bisa tumbuh rata-rata sebesar 2,29% per tahun. Dalam periode ini memang ada konstribusi dampak pandemi covid.
Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi selama era Jokowi tidak berhasil mencapai target yang ditetapkan Presiden sendiri dalam RPJMN 2015–2019. Ketika target duturunkan pada RPJMN 2020-2024 pun tidak berhasil dicapai. Pertumbuhan ekonomi era Jokowi juga lebih rendah dibanding era SBY dan era Soeharto. [adj]