Masih banyak masalah ketenagakerjaan di Indonesia yang tidak tecermin pada persentase tingkat pengangguran terbuka (TPT).
JUMLAH pengangguran per Agustus 2023 adalah sebanyak 7,86 juta orang dan Tingkat Pengangguran Terbuka sebesar 5,32%. Meski tidak terlampau rendah, namun tidak pula termasuk yang tinggi.
Pencermatan atas berbagai aspek dari para penganggur serta sebagian dari mereka yang bekerja mengindikasikan masih besarnya masalah pengangguran yang dihadapi Indonesia.
Banyak kajian ahli dan lembaga internasional menemukan fenomena paradoks tingkat pengangguran yang rendah. Di negara industri maju, rendahnya tingkat pengangguran selalu disertai tingkat kemiskinan yang rendah. Sedangkan di negara berkembang, rendahnya tingkat pengangguran justeru sering menyamarkan kondisi kemiskinan yang substansial.
Di negara berkembang pada umumnya tidak tersedia jaminan perlindungan sosial, seperti asuransi pengangguran dan tunjangan kesejahteraan. Akibatnya, hanya mereka yang relatif kaya yang mampu menganggur. Fakta semacam ini, anehnya, jarang mendapat perhatian umum.
Menganggur sejatinya adalah aktivitas mewah. Hanya mereka yang mempunyai tabungan atau pendapatan di luar pekerjaan (non-labor income) yang bisa menganggur. Sementara mereka yang miskin, tidak bisa menganggur, mereka harus bekerja apa saja untuk dapat hidup (too poor to be unemployed).
Fenomena demikian terjadi di Indonesia selama dua dekade, terutama pada era pemerintahan Jokowi. Kondisi umum yang digambarkan melalui berbagai indikator telah dibahas dalam kajian utama terdahulu.
1 Tiga Sorotan Penting
Secara ringkas, kondisi ketenagakerjaan Indonesia banyak terselamatkan oleh tiga fakta penting. Pertama, banyak tenaga kerja terserap ke sektor pertanian. Kedua, banyak tenaga kerja bergerak di sektor informal. Ketiga, banyak tenaga kerja yang bekerja di bawah jam kerja normal.
Akan tetapi, analisis lebih dalam atas tiga kondisi itu bakal membuka fakta tentang belum baiknya penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Dari aspek sektor ekonomi penyedia lapangan kerja, sektor pertanian menyerap 39,45 juta orang. Jumlah yang terlampau banyak ketika nilai tambah yang dihasilkan kurang besar. Kesejahteraan petani pun tidak dapat membaik. Hampir separuh rumah tangga miskin memiliki kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian.
Status pekerjaan utama yang terbanyak adalah kelompok yang menghasilkan pendapatan rendah dan rentan keberlangsungannya. Lebih dari separuh pekerja berstatus berusaha sendiri, merupakan mereka yang berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, dan pekerja keluarga.
Pekerja berstatus demikian dikategorikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai pekerja informal. Jumlahnya masih sebanyak 82,67 juta orang per Agustus 2023. Lebih dari separuh total pekerja, yakni sebesar 59,11%.
Masih banyak pula pekerja yang bekerja di bawah jam kerja normal atau kurang dari 35 jam seminggu. Jumlahnya masih sebanyak 43,46 juta orang per Agustus 2023. Sebagian cukup besar dari mereka masih mencari tambahan jam kerja ataupun pekerjaan baru.
2 Mereka yang Muda & Menganggur
Bekerja didefinisikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit satu jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu.
Mereka yang tidak memenuhi kriteria itu atau tidak bekerja sama sekali disebut pengangguran terbuka. BPS menyajikan berbagai informasi tentang para penganggur tersebut. Salah satu yang sering dicermati oleh para ahli dan pengambil kebijakan adalah tentang pengangguran menurut usia.
Rincian data pengangguran dari BPS menurut kelompok umur disajikan dengan rentang 5 tahunan, antara lain: 15–19 tahun, 20–24 tahun, 25–29 tahun, dan seterusnya. Perhatian analisis terkait terutama tentang indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) usia muda. Usia muda dalam klasifikasi BPS diartikan berumur 15–24 tahun.
Sebagaimana TPT umum, maka TPT usia muda merupakan persentase dari angkatan kerja usia muda saja. Penduduk usia muda yang bukan angkatan kerja tidak diperhitungkan dalam TPT usia muda. Contoh yang bukan angkatan kerja antara lain: sedang bersekolah, putus asa, kecacatan, kurangnya transportasi, pekerjaan rumah tangga, dan lain sebagainya.
Jumlah pengangguran berusia 15–19 tahun sebanyak 1,63 juta orang dan berusia 20–24 tahun sebanyak 2,67 juta orang per Agustus 2023. Dengan TPT masing-masing sebesar 25,77% dan 16,85%.
Jumlah pengangguran usia muda dalam definisi BPS yaitu berusia 15–24 tahun sebanyak 4,30 juta orang. Sedangkan TPT usia muda mencapai 19,40%.
Jika dilihat dari jenis kelamin, TPT usia muda laki-laki mencapai 20,16%. Lebih tinggi dari TPT usia muda perempuan yang sebesar 18,27%.
TPT usia muda jauh lebih tinggi dari TPK keseluruhan yang sebesar 5,32%. Begitu pula dilihat secara gender. TPT usia muda laki-laki jauh lebih tinggi dari TPT umum laki-laki yang sebesar 5,42%. Dan TPT usia muda perempuan juga jauh lebih tinggi dari TPT umum perempuan sebesar 5,15%.
Jika ditinjau dari daerah tempat tinggalnya, maka TPT usia muda daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibanding daerah perdesaan. TPT usia muda daerah perkotaan sebesar 22,52%, sedangkan daerah perdesaan sebesar 15,28% per Agustus 2023. Hal ini antara lain mengindikasikan penawaran kerja yang lebih banyak tidak terserap di perkotaan.
Pengertian usia muda dapat saja dianalisis dengan tidak sepenuhnya mengikuti klasifikasi BPS, misal ditambah dengan usia 25–29 tahun. Diperoleh data bahwa Jumlah pengangguran usia 15–29 tahun atau di bawah usia 30 tahun mencapai 5,60 juta orang.
Jumlah pengangguran sebanyak itu merupakan 71,24% dari total pengangguran yang sebanyak 7,86 juta orang per Agustus 2023. Dengan demikian, pengangguran usia muda merupakan masalah paling dominan di Indonesia.
Indikator pengangguran usia muda, menurut definisi BPS ataupun yang sedikit diperluas, memberi gambaran tentang dimensi modal manusia dan implikasinya terhadap berbagai kebijakan yang perlu diambil oleh otoritas ekonomi. Baik dalam hal kebijakan ketenagakerjaan maupun pendidikan.
Kebanyakan pemuda memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengalaman kerja. Bagaimanapun berimbas pada kecilnya kesempatan kerja dan tingginya pengangguran pada kelompok ini.
3 Ajaib! Orang Berpendidikan Tinggi Rentan Menganggur
BPS menyajikan berbagai informasi tentang para pengangguran, salah satunya berupa tingkat pendidikan. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang disajikan menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, antara lain: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Kejuruan (SMK), Akademi, dan Universitas.
TPT masing-masing dihitung dari persentase jumlah pengangguran berpendidikan tersebut dari jumlah angkatan kerja populasi kelompoknya.
TPT tertinggi pada Agustus 2023 adalah mereka yang tamatan SMK yang mencapai 9,31%. Jumlah pengangguran SMK mencapai 1.780.095 orang. Sedangkan populasi Angkatan kerja berpendidikan itu sebanyak 19.114.358 orang.
TPT SMK memang selalu melampaui TPT umum atau keseluruhan. Hal ini menggambarkan banyak penduduk tamatan SMK tidak terserap dengan baik ke dalam pasar kerja Indonesia. Padahal, lulusan SMK diharapkan dapat langsung terjun dalam dunia kerja.
TPT yang paling rendah adalah pendidikan SD ke bawah, yaitu sebesar 2,56% per Agustus 2023, atau lebih rendah dari TPT umum. Jumlah penganggurannya mencapai 1.353.697 orang, sedangkan populasi angkatan kerja berpendidikan ini sebanyak 52.848.334 orang.
TPT SMP tercatat 4,78%, juga lebih rendah dari TPT umum. Jumlah pengangguran tingkat pendidikan ini sebanyak 1.246.932 orang, sedangkan populasi angkatan kerjanya sebanyak 26.091.66 orang.
TPT SMA sebesar 8,15%, jauh lebih tinggi dari TPT UMUM. Jumlah pengangguran tingkat pendidikan ini sebanyak 2.514.481 orang, sedangkan angkatan kerjanya sebanyak 30.841.084 orang.
TPT dengan Pendidikan tertinggi tamat dari universitas, mulai dari Diploma IV, Strata satu (S1) sampai dengan strata tiga (S3) mencapai 5,18% pada Agustus 2023. Jumlah penganggurannya mencapai 787.973 orang, sedangkan populasi angkatan kerja berpendidikan ini sebanyak 15.226.236 orang.
Pengertian pekerja yang berpendidikan dasar biasanya yang belum pernah sekolah, tidak tamat SD, hingga tamat SD. Jumlah angkatan kerja berkategori ini mencapai 52,85 juta orang atau 35,78% dari total angkatan kerja yang sebanyak 147,71 juta orang.
Pengertian pekerja berpendidikan dasar bisa saja diartikan dengan pekerja yang berpendidikan SMP ke bawah. Jumlah angkatan kerja mencapai 78,94 juta orang. Artinya berporsi 53,44% atau lebih dari separuh total angkatan kerja per Agustus 2023.
Mereka bisa dikatakan “terpaksa bersedia bekerja” dengan kondisi pekerjaan yang buruk sekalipun. Akibatnya, tingkat pengangguran pada pendidikan tersebut justeru lebih rendah dari tingkat pengangguran umum.
Bisa pula dikatakan bahwa fakta lebih tingginya tingkat pengangguran mereka yang berpendidikan menengah dan tinggi mengkonfirmasi adanya paradoks tingkat pengangguran yang rendah. Hal tersebut mengindikasikan kualitas pekerjaan yang tersedia, yang memang lebih membutuhkan pendidikan rendah, serta memberi upah atau pendapatan yang rendah.
Secara umum juga bisa dikatakan bahwa masih sangat banyak mereka yang bekerja, namun belum mempunyai pekerjaan yang layak. Pekerjaan layak merupakan pekerjaan yang antara lain bercirikan: dilakukan atas pilihan sendiri, memberikan penghasilan yang membiayai hidup secara layak dan bermartabat, serta menjamin keselamatan fisik maupun psikologis.
Faktanya, mereka harus bekerja apa saja untuk dapat bertahan hidup pada era Jokowi. Secara data statistik, mereka memang berkontribusi menurunkan tingkat pengangguran. Namun dikarenakan mereka miskin, dan tidak mungkin bisa menganggur.
Sementara itu, banyak orang yang melanjutkan sekolah tinggi dengan harapan setelah lulus bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Akan tetapi lapangan pekerjaan yang terbuka untuk itu pun masih belum sesuai dengan harapan.
4 Masih Banyaknya Setengah Pengangguran
Selain pengangguran terbuka, BPS memberi informasi mereka yang disebut sebagai setengah pengangguran. Jika pengangguran terbuka diartikan tidak bekerja sama sekali, maka setengah pengangguran adalah mereka yang jam kerjanya di bawah ambang batas jam kerja normal, yaitu kurang dari 35 jam dalam seminggu, dan masih mencari atau menerima pekerjaan.
Sebenarnya pekerja yang bekerja di bawah jam kerja normal atau kurang dari 35 jam seminggu masih sebanyak 43,46 juta orang per Agustus 2023. Namun tidak semua dari mereka masih mencari atau menerima pekerjaan, oleh karenanya tidak termasuk kategori setengah pengangguran.
Setengah pengangguran oleh BPS digambarkan memiliki dua kondisi. Yaitu, penduduk bekerja yang dengan sukarela mencari pekerjaan tambahan serta penduduk bekerja yang bersedia menerima pekerjaan tambahan.
Kelompok kondisi pertama meliputi mereka yang menginginkan pekerjaan lain untuk menambah jam kerjanya. Maupun yang menginginkan ganti pekerjaan dengan pekerjaan lain yang mempunyai jam kerja lebih banyak.
Bagaimanapun, jumlah setengah pengangguran masih cukup banyak, mencapai 9,34 juta orang atau 6,68% dari angkatan kerja per Agustus 2023. Jumlah dan persentasenya meningkat dibanding Agustus 2022.
Sementara itu, tingkat setengah pengangguran laki-laki sebesar 6,94%, sedangkan tingkat setengah pengangguran perempuan sebesar 6,27%. Dibandingkan Agustus 2022, baik tingkat setengah pengangguran laki-laki maupun perempuan mengalami peningkatan.
5 Komentar Ekonom
“Masalah pengangguran di Indonesia tidak tecermin pada tingkat pengangguran terbuka (TPT). TPT memang relatif tidak terlampau tinggi, dan menurun meski secara perlahan. Namun, berbagai aspek atau data tenaga kerja lainnya mengindikasikan masih besarnya masalah pengangguran. Bahkan yang kondisinya sama sekali tidak membaik era Jokowi,” nilai Awalil Rizky, ekonom senior Bright Institute.
Awalil mengingatkan adanya fenomena paradoks tingkat pengangguran yang rendah di Indonesia, sebagaimana kebanyakan negara berkembang lainnya. Berbeda dengan negara industri maju ketika mengalaminya akan disertai tingkat kemiskinan yang rendah. Sedangkan di Indonesia dan negara serupa, tingkat pengangguran justeru menyamarkan kondisi kemiskinan yang substansial.
Dijelaskannya akibat tidak tersedia jaminan perlindungan sosial, maka hanya mereka yang relatif kaya yang mampu menganggur. Pengangguran merupakan barang mewah bagi yang memilih untuk tidak bekerja, hanya bagi yang mempunyai tabungan atau pendapatan di luar pekerjaan. Kebanyakan tidak bisa menganggur, sehingga harus bekerja apa saja untuk bertahan hidup.
“Tingkat pengangguran cukup tertolong oleh daya tampung sektor pertanian, serta beberapa sektor jasa yang kurang mampu menghasilkan nilai tambah besar yang naik pesat. Sektor yang menciptakan nilai tambah relatif besar justeru menyerap jauh lebih sedikit tenaga kerja, seperti pertambangan, jasa informasi dan komunikasi, serta jasa keuangan,” kata Awalil.
Ditambahkannya beberapa hal yang menegaskan terjadinya paradoks tingkat pengangguran yang rendah. Antara lain fakta lebih tingginya tingkat pengangguran yang berpendidikan menengah dan tinggi, yang mengindikasikan kualitas pekerjaan yang tersedia. Pekerjaan yang memberi pendapatan rendah, serta kondisi kerja yang kurang layak.
Dikemukakan pula soal pengangguran usia muda yang masih sangat besar. Jika memakai definisi usia 15–24 tahun jumlahnya sebanyak 4,30 juta orang atau 54,71% dari total pengangguran. Awalil melihat hal ini dalam dua aspek, yaitu banyaknya usia muda yang “terpaksa” masuk ke pasar tenaga kerja, namun tidak berhasil memperoleh kerja. []
Discussion about this post