Selama era tahun 2012–2020 kondisi transaksi berjalan selalu mengalami defisit.
CATATAN keseluruhan yang berupa neraca dari seluruh transaksi barang dan jasa sesuai sajian Bank Indonesia disebut sebagai Transaksi Berjalan (Current Account). Neraca ini mencatat seluruh nilai penjualan dan pembelian barang dan jasa selama setahun atau satu triwulan, dari sudut pandang Indonesia.
Transaksi Berjalan terdiri dari empat komponen yang juga berbentuk neraca. Yaitu: neraca barang (Goods), Jasa-jasa (Services), Pendapatan Primer (Primary Income), dan Pendapatan Sekunder (Secondary Income).
Tentang barang memang hampir bersesuaian dengan pemahaman publik. Antara lain berupa barang hasil pertambangan, hasil pertanian, dan industri manufaktur. Contoh yang dijual: batu bara, kopi, besi/baja, minyak sawit, dan tekstil. Contoh yang dibeli: peralatan Listrik, bahan kimia, komputer dan bagiannya, dan buah-buahan.
Penduduk Indonesia menjual barang kepada pihak luar negeri sebesar US$258,80 miliar pada tahun 2023. Sebaliknya, membeli sebesar US$221,89 miliar. Dialami surplus sebesar US$36,91 miliar.
Sementara itu, cakupan dari istilah jasa bersifat sangat luas. Sekelompok jasa yang relatif dikenal publik disebut neraca jasa-jasa, terdiri dari 12 jenis. Ada jasa transportasi, baik untuk barang maupun orang. Ada jasa perjalanan, dari wisatawan yang datang, maupun penduduk Indonesia yang bepergian. Ada jasa keuangan, jasa biaya penggunaan kekayaan intelektual, jasa telekomunikasi, dan lain sebagainya.
Neraca Jasa-Jasa Indonesia mengalami defisit sebesar US$17,92 miliar selama tahun 2023. Dihitung dari penerimaan sebesar US$33,43 miliar dan pembayaran sebesar US$51,35 miliar. Terdapat 7 jenis yang defisit dan 5 yang surplus, namun nilai yang defisit jauh lebih besar.
Ada pula jenis jasa yang terutama sebagai balas jasa atas investasi dan utang piutang. Penerimaan oleh penduduk Indonesia sebesar US$7,85 miliar pada tahun 2023. Sebaliknya yang pembayaran mencapai US$43,21 miliar. Dengan demikian, neraca pendapatan primer mengalami defisit sebesar US$35,36 miliar.
Terdapat arus masuk dan arus keluar devisa yang tidak terkait langsung atas suatu jenis transaksi perdagangan internasional. Arus demikian lazimnya berupa transfer berbagai jenis mata uang, yang bersifat searah. Diperlakukan sebagai jasa yang dicatat dalam suatu neraca yang disebut Pendapatan Sekunder (Secondary Income).
Pendapatan sekunder mencakup semua transfer, baik yang masuk ataupun keluar yang tidak termasuk dalam transfer modal dan finansial. Jenisnya yang umum dikenal oleh publik adalah remitansi tenaga kerja. Baik yang dikirim oleh tenaga kerja Indonesia ke Indonesia, atau sebaliknya oleh tenaga kerja asing ke negara asalnya.
Pada tahun 2023, neraca pendapatan sekunder tercatat mengalami surplus sebesar US$5,37 miliar. Penerimaan dari pihak luar negeri mencapai US$15,26 miliar. Sedangkan pembayaran ke pihak luar negeri sebesar US$9,89 miliar.
Sebagaimana dikatakan di atas, transaksi berjalan merupakan neraca gabungan dari 4 neraca tadi. Total penerimaan transaksi berjalan selama setahun atau pada 2023 mencapai US$316,01 miliar. Sedangkan total pembayaran sebesar US$317,58 miliar. Dengan demikian, transaksi berjalan mengalami defisit sebesar US$1,57 miliar.
Selama era tahun 2012–2020 kondisi transaksi berjalan selalu mengalami defisit. Pada tahun 2021 dan 2022 mengalami surplus. Pada tahun 2023 kembali mengalami defisit. Sebagai catatan, pada era 1998–2011 selalu mengalami surplus. Sebelumnya lagi, tahun 1981–1997 selalu mengalami defisit. []