Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang kekayaan bersih, mencakup pengeluaran negara dalam satu tahun anggaran yang tidak menghasilkan pembayaran kembali di masa mendatang, dan direncanakan dalam APBN untuk mendukung operasional serta pembangunan.
BELANJA negara didefinisikan sebagai kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Pengertian ini mencakup semua pengeluaran negara dalam satu tahun anggaran yang bersifat mengurangi ekuitas dana lancar dan merupakan kewajiban negara. Akan tetapi hanya pengeluaran yang tidak berakibat perolehan pembayaran kembali di waktu mendatang.
Terdapat pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tidak termasuk belanja, karena berakibat menerima pembayaran di masa mendatang. Dengan demikian, pengertian pengeluaran lebih luas dari belanja, yaitu seluruh arus uang yang keluar dari kas negara.
Pengeluaran negara yang tidak termasuk dalam belanja antara lain adalah pemberian pinjaman dan pengeluaran investasi. Contohnya adalah penyertaan modal pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Lainnya, dan Badan Lainnya. Ada pula pinjaman yang diberikan kepada BUMN, Pemerintah Daerah, dan pihak lainnya yang diperbolehkan oleh peraturan.
Belanja Negara direncanakan pada APBN 2025 sebesar Rp3.621,3 triliun. Meningkat sebesar 8,09% dibanding realisasi sementara APBN 2024 yang sebesar Rp3.350,3 triliun.
Belanja Negara selama era Presiden Jokowi memang selalu meningkat dari tahun ke tahun, dengan laju kenaikan yang berfluktuasi. Pada periode pertama, rata-rata kenaikan sebesar 5,42% per tahun. Meningkat signifikan pada periode kedua karena pandemi, rata-rata naik sebesar 7,80% per tahun.
Belanja Negara APBN 2025 terdiri dari dua kelompok besar, yaitu Belanja Pemerintah Pusat (BPP) dan Transfer ke Daerah (TKD). BPP sebesar Rp2.701,44 triliun (74,60%) dan TKD sebesar Rp919,87 triliun (25,40%).

BPP dibelanjakan langsung oleh Pemerintah Pusat untuk kegiatan operasional maupun kegiatan Pembangunan. Secara organisasi yang membelanjakan, terdiri dari belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan Belanja NonK/L.
Total Belanja K/L mencapai Rp1.094,66 triliun atau 40,52% dari BPP. Jumlah organisasi K/L sesuai era pemerintahan dan ditetapkan oleh Presiden. Pada saat APBN 2025 ditetapkan, terdapat sebanyak 85 100 organisasi K/L. Presiden Prabowo menambah jumlah K/L menjadi 116 organisasi yang kemudian disesuaikan dalam rincian belanja APBN.
Sedangkan Belanja NonK/L sebesar Rp1.606,79 triliun atau 59,48% dari BPP. Porsi belanja nonK/L mengalami peningkatan pada Sedangkan belanja NonK/L merupakan belanja melalui bendahara umum negara (BUN). Antara lain dalam hal pembayaran bunga utang, subsidi, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
TKD merupakan belanja pemerintah pusat yang diserahkan kepada pemerintah daerah, dan masuk dalam penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang bersangkutan. Sebagian penggunaannya telah ditentukan pusat atau diberi batasannya, sebagian lagi diserahkan penuh pada Daerah.
Porsi Transfer ke Daerah bisa dikatakan menggambarkan desentralisasi keuangan negara. Selama era Presiden Jokowi, porsinya sempat meningkat pada dua tahun pertama, hingga mencapai 38,10% dari total belanja. Kemudian porsinya terus menurun sangat signifikan hingga 25,77% pada 2024, atau terjadi sentralisasi keuangan kembali. []