Belanja Pemerintah Pusat dalam APBN 2025 sebesar Rp2.701,44 triliun dirinci berdasarkan klasifikasi yang diatur undang-undang dan peraturan teknis.
BELANJA Pemerintah Pusat memiliki rincian yang dilihat berdasar beberapa klasifikasi. Sebagiannya merupakan perintan undang-undang, seperti: menurut Fungsi, menurut organisasi, dan menurut program. Ada pula rincian yang berdasar Peraturan Menteri Keuangan, seperti menurut jenis.
Tiga rincian menurut klasifikasi yang diatur undang-undang No.17/2003 tercantum dan memperoleh narasi penjelasan dalam dokumen Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dokumen Nota Keuangan biasanya menyajikan kondisi beberapa tahun terakhir disertai asesmen secara umum. Sedangkan rincian belanja menurut jenis hanya disajikan dalam tabel lampiran.
Dengan demikian, belanja pemerintah pusat pada APBN 2025 sebesar Rp2.701,44 triliun dapat dicermati dalam beberapa rincian. Nilainya tetap sebesar itu, namun disajikan menurut beberapa cara. Analisis dapat dilakukan atas berbagai rincian tersebut, seperti membandingkan selama beberapa tahun.
Rincian belanja menurut fungsi menggambarkan berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Dirinci menjadi 11 fungsi, antara lain: fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi kesehatan, fungsi ekonomi, dan lain sebagainya.
Dalam praktik penyajian lebih berdasar tupoksi Kementerian/Lembaga (K/L) dianggap mencerminkan fungsi yang mana. Sedangkan belanja nonK/L terutama dimasukan pada fungsi pelayanan umum dan fungsi perlindungan sosial.
Penyajian besaran belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi yang membelanjakan, pertama dengan format organisasi secara agregat. Terdiri atas: belanja Kementerian/ Lembaga (K/L); dan belanja NonK/L. Besaran belanja K/L dihitung dari komponen jenis belanja yang dikelolanya selaku organisasi.
Jumlah K/L dalam saat APBN 2025 ditetapkan masih sebanyak 85 unit, sesuai era terakhir Jokowi. Ternyata, pemerintahan Prabowo menambah jumlahnya menjadi sekitar 100 organisasi. Baik karena pemekaran kementerian, maupun menambah kementerian dan lembaga.

Tiga organisasi dengan alokasi belanja terbesar selama era Jokowi adalah: Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI). Porsi masing-masing atas total Belanja Pemerintah Pusat pada outlook APBN 2024 adalah sebagai berikut: KEMENHAN (14,81%), PUPR (13,73%), dan POLRI (10,31%).
Meskipun porsi anggaran belanja KEMENHAN paling besar, namun sejak awal memang porsinya telah demikian, yakni 14,93% pada 2014. Begitu pula dengan PUPR yang pada 2014, gabungan dari dua kementerian, sebesar 13,22%. Porsi yang meningkat pesat pada era Jokowi adalah POLRI yang pada 2014 hanya 7,62%.
Sementara itu, besaran belanja nonK/L dihitung dari komponen jenis belanja yang dikelola Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). Antara lain mencakup: belanja pegawai nonK/L (seperti pensiun, iuran askes), belanja barang nonK/L (kontribusi terhadap organisasi internasional dan alokasi untuk viability gap fund), pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial (cadangan bencana alam), dan belanja lain-lain. []