Belanja Pemerintah Pusat pada APBN 2025 dirinci menjadi delapan jenis belanja, dengan dominasi pada belanja pegawai, pembayaran bunga utang, dan subsidi, mencerminkan dinamika penganggaran yang terus berkembang namun tetap berlandaskan aturan hukum yang berlaku.
BELANJA Pemerintah Pusat juga dirinci menurut jenisnya. Kadang ada sedikit perbaikan cakupan rinci dari masing-masing jenis, sesuai perkembangan terkini dari dinamika penganggaran. Namun tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, serta diberi payung hukum berupa peraturan Menteri keuangan.
Belanja pemerintah pusat pada APBN 2025 sebesar Rp2.701,44 triliun dirinci dalam 8 jenis belanja. Diantaranya sebagai berikut: belanja pegawai (Rp521,45 triliun), belanja barang (Rp486,85 triliun), belanja modal (Rp234,11 triliun), pembayaran bunga utang (Rp552,85 triliun), subsidi (Rp307,93 triliun), belanja hibah (Rp0,2 triliun), bantuan sosial (Rp140,06 triliun), dan belanja lain-lain (Rp457,98 triliun).
Belanja Pegawai adalah kompensasi terhadap pegawai baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah dalam dan luar negeri. Baik kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS dan non-PNS. Pembayaran sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas fungsi unit organisasi pemerintah selama periode tertentu, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
Porsi Belanja pegawai masih termasuk yang besar, mencapai 19,30% pada APBN 2025. Porsinya pada era SBY (2005-2014) rata-rata kisaran 18,65% per tahun. Sempat meningkat signifikan pada era 2015-2019, hingga lebih dari 25%. Perlahan menurun kembali sejak tahun 2020.
Belanja Barang adalah pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan, serta pengadaan barang. Belanja diimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Bisa dikatakan jenis belanja ini lebih bersifat konsumsi dari Pemerintah.
Porsi Belanja Barang masih termasuk yang besar, mencapai 18,01% pada APBN 2025. Porsinya pada era SBY (2005-2014) rata-rata kisaran 12,21% per tahun. Porsinya meningkat pesat pada era Jokowi, sampai dengan tahun 2021.
Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan atau aset lainnya yang memberi manfaat ekonomis lebih dari satu periode akuntansi (dua belas bulan). Dan melebihi batasan nilai minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan Pemerintah.

Porsi Belanja Modal hanya sebesar 8,67% pada APBN 2025. Porsinya pada era SBY (2005-2014) rata-rata sekitar 13,36% per tahun. Porsinya meningkat cukup signifikan pada era Jokowi pertama, hingga mencapai 18,41% pada 2019. Namun, menurun cukup drastis pada periode kedua yang rata-rata sekitar 11,94%.
Jenis belanja yang cenderung mengalami peningkatan signifikan selama beberapa tahun terakhir adalah pembayaran bunga utang. Porsinya mencapai 20,47% pada APBN 2025. Nilai dan porsinya merupakan yang terbesar.
Porsi belanja subsidi sebesar 11,40% pada APBN 2025, relatif setara dengan porsi pada era Jokowi kedua. Bisa dikatakan nilai dan porsi belanja subsidi cukup mencerminkan pilihan politik anggaran yang diambil. Sebagai contoh, pada era 2005-2009 porsi subsidi mencapai 29,85% dan bertambah lagi menjadi 31,82% pada era 2010-2014.
Rata-rata porsinya hanya sebesar 14,47% per tahun pada era 2015-2019. Penurunan drastis terjadi pada tahun 2015, dengan pengurangan subsidi BBM secara besar-besaran. Kemudian pada saat pandemi, pilihan jenis belanja pun tidak terlampau kepada subsidi, sehingga porsinya berkurang.
Jenis Belanja Lain-Lain sebenarnya untuk menampung belanja yang tidak bisa dimasukan dalam 7 jenis yang lainnya. Nilai dan porsinya relatif kecil pada era prapandemi. Setelahnya hinggi kini justeru bernilai sangat besar. Porsinya masih mencapai 16,89% pada APBN 2025. []
Podcast: Play in new window | Download