BPS menyajikan informasi tentang perubahan harga di tingkat produsen sebagai sistem peringatan dini gejolak harga.
KENAIKAN harga biasanya dimulai pada tingkat harga produsen, kemudian menjalar (contagion effect) pada harga di level berikutnya, seperti harga perdagangan besar dan harga eceran. Bisa dikatakan bahwa harga produsen merupakan price leader dari tingkat harga lainnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyadari hal tersebut, sehingga informasi tentang perubahan harga di tingkat produsen disurvei dan datanya disajikan. BPS menganggapnya sangat penting sebagai sistem peringatan dini (early warning system) terhadap gejolak harga pada tingkat harga selanjutnya. Oleh karenanya, proses survei dan penyajian data terus disempurnakan.
Data harga di tingkat produsen dikumpulkan melalui Survei Harga Produsen (SHP) sejak tahun 2010. Dari data tersebut dihitung Indeks Harga Produsen (IHP), yang disajikan secara triwulanan. Ketika data pertama kali dirilis per Oktober 2013, IHP baru mencakup tiga sektor barang, yaitu: Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, dan Sektor Industri Manufaktur.
Pada tahun-tahun berikutnya, cakupan SHP diperluas untuk sektor jasa, yaitu sektor Jasa Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum. Kemudian ditambah dengan Sektor Pengadaan Listrik dan Gas, Pengelolaan Air, dan Jasa Angkutan Penumpang. Belakangan juga mencakup Sektor Jasa Pendidikan dan Jasa Kesehatan.
Perkembangan itu membuat IHP sejak tahun 2019 disajikan dalam sembilan sektor. Tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2010 (2010=100). Perhitungan mengacu pada Tabel Input-Output 2010 updating.
Secara teknis, harga produsen diartikan sebagai harga yang diterima oleh produsen dari pembeli untuk suatu unit barang atau jasa yang dihasilkan sebagai output, termasuk pajak dikurangi subsidi. Harga ini tidak termasuk biaya transport yang dibayarkan secara terpisah oleh produsen.
Sedangkan harga dasar adalah harga yang diterima oleh produsen dari pembeli untuk suatu unit barang atau jasa yang dihasilkan sebagai output dikurangi dengan pembayaran pajak ditambah dengan subsidi yang diterima. Harga ini tidak termasuk ongkos transport yang dibayarkan secara terpisah oleh produsen.
IHP dirancang untuk mengukur rata-rata perubahan pada harga barang dan jasa baik setelah melalui proses produksi maupun masuk dalam proses produksi. IHP yang dipakai pada dasarnya merupakan IHP output, yang menggambarkan perubahan harga yang diterima produsen pada tingkat pertama rantai perdagangan atau harga transaksi pabrik dengan pedagang besar pertama yaitu pada harga dasar ataupun harga produsen.
Selain IHP, BPS terlebih dahulu menyediakan data harga perdagangan besar dan indeksnya. Harga dimaksud merupakan harga transaksi yang terjadi antara pedagang besar pertama, yang membeli langsung dari produsen, dengan pedagang besar berikutnya atau dengan pedagang eceran.
Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). IHPB adalah angka yang menggambarkan besarnya perubahan harga pada tingkat grosir dari komoditas yang diperdagangkan. IHPB beberapa tahun terakhir memakai tahun dasar 2018 (2018=100).
IHPB tahun dasar 2018 diperoleh dari Survei Penyusunan Diagram Timbang (SPDT) IHPB Provinsi tahun 2017. Jumlah komoditas yang dicakup dalam sebanyak 687 komoditas. Dikelompokkan berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2015. Disajikan dalam tiga sektor, yaitu: Sektor Pertanian; Sektor Pertambangan dan Penggalian; serta Sektor Industri.
Dengan demikian, saat ini BPS menyediakan tiga indeks harga, yaitu: Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan Indeks Harga Produsen (IHP). Dari data indeks dapat dihitung laju inflasi yang terkait. []