Pendapatan negara dalam konteks APBN tidak sama definisinya dengan penerimaan negara.
PENDAPATAN negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan negara mencakup semua penerimaan negara dalam satu tahun anggaran yang menambah ekuitas dana lancar dan tidak perlu dibayar kembali oleh negara.
Pendapatan negara dalam konteks Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak sama definisinya dengan penerimaan negara. Penerimaan negara bersifat lebih luas yaitu uang yang masuk ke kas negara.
Ada penerimaan negara yang perlu dibayar kembali di masa mendatang, sehingga tidak dimasukkan ke dalam pendapatan, seperti penerimaan dari penarikan utang baru. Selain itu, ada pengembalian dari pinjaman atau investasi yang diberikan pemerintah pada waktu sebelumnya. Pengembalian ini tidak diperlakukan sebagai pendapatan, melainkan penerimaan pembiayaan.
Pendapatan negara pada rancangan APBN (RAPBN) 2025 ditargetkan sebesar Rp2.996,87 triliun. Naik 6,94% dibanding APBN 2024 yang menargetkan pendapatan sebesar Rp2.802,3 triliun. Pada APBN 2023 berhasil direalisasikan sebesar Rp2.783,29 triliun, melampaui targetnya yang sebesar Rp2.463,02 triliun.
Sebelum pandemi Covid-19, pendapatan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pernah turun pada tahun 2009 dan tahun 2015. Laju kenaikan tiap tahun berfluktuasi. Tertinggi pada tahun 2008 yang mencapai kenaikan 39,02% atas tahun sebelumnya.
Capaian nominal pendapatan tertinggi sebelum pandemi diperoleh pada tahun 2019 yang mencapai Rp1.960,63 triliun. Namun dilihat dari kenaikan, hanya bertambah 1,67% dari tahun sebelumnya. Sedangkan setelah pandemi, realisasi pendapatan tertinggi pada APBN 2023 yang mencapai Rp2.784 triliun. Namun kenaikan atas tahun sebelumnya hanya sebesar 5,62%.
Rata-rata kenaikan pendapatan negara per tahun memang cenderung melandai, tidak hanya karena pandemi Covid-19. Rata-ratanya sebagai berikut: era 2000–2004 sebesar 17,53%; era 2005–2014 sebesar 15,34%; dan era 2015–2024: 6,85%. Sedangkan RAPBN 2025 hanya menargetkan kenaikan 5,87%.
Dalam hal perbandingan antara realisasi dengan APBN, maka pada tahun 2023 melampaui targetnya. APBN 2023 menargetkan pendapatan sebesar Rp2.463,02 triliun, berhasil direalisasikan sebesar Rp2.738,93 triliun atau 130,29%. Melanjutkan capaian realisasi APBN 2022 yang mencapai 142,78%.
Meski capaian tahun 2022 dan 2023 jauh melampaui target, salah satu penyebabnya adalah karena target ditetapkan terlampau rendah. Target yang rendah itu dipengaruhi oleh kondisi perekonomian terdampak pandemi yang masih dikhawatirkan.
Sebelum pandemi, realisasi justru lebih sering tidak mencapai target. Secara rata-rata per tahun adalah sebagai berikut: era 2000–2004 sebesar 100,84% atau sedikit diatas target, era 2005–2009 sebesar 99,52% atau hampir mencapai target, era 2009–2014 sebesar 98,58% atau sedikit di bawah target, dan era 2014–2019 hanya sebesar 92,34% atau cukup jauh dari target.
Pada APBN 2024 yang sedang berjalan saat ini, terdapat indikasi tren masa sebelum pademi akan terjadi kembali. Setelah dijalankan selama satu semester, pemerintah memperkirakan (outlook) hingga akhir tahun hanya setara dengan targetnya. Prakiraan realisasi sebesar Rp2.802,46 triliun dari target yang Rp2.802,29 triliun.
Jika outlook terwujud, maka pendapatan negara hanya naik sebesar 0,67% dari realisasi APBN 2023. Sedangkan kenaikan realisasi APBN 2023 atas tahun sebelumnya sebesar 5,62%. Dengan demikian, target pendapatan RAPBN 2025 yang naik 5,87% dari outlook APBN 2024 tampak cukup realistis, namun tetap berisiko tidak tercapai. [adj]