BI-Rate mendorong pendalaman pasar keuangan khususnya penggunaan instrumen repo.
BANK Indonesia menggunakan nama BI-Rate sebagai suku bunga kebijakan menggantikan BI 7-day reverse repo rate (BI7DRR) pada 21 Desember 2023. Namun, ini hanya penggantian nama dan tidak mengubah makna dan tujuannya sebagai stance kebijakan moneter serta memperkuat komunikasi kebijakan. Tetap mengacu pada transaksi reverse repo Bank Indonesia tenor tujuh hari.
Penyebutan BI-Rate sebagai suku bunga acuan sudah pernah dipakai sebelumnya, yaitu sejak tahun 2005 hingga Agustus 2016. Kala itu, BI-Rate merupakan suku bunga dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan tenor selama 12 bulan. Bank-bank umum yang menyimpan dana mereka berupa SBI memperoleh pendapatan bunga tahunan sesuai besaran BI Rate yang telah ditentukan.
Bank Indonesia mengubah suku bunga acuan menjadi BI7DRR sejak 19 Agustus 2016. Instrumen ini memungkinkan bank-bank umum untuk menarik kembali dana yang mereka simpan di BI dalam tempo tujuh hari serta kelipatannya.
BI-Rate ataupun BI7DRR biasanya menjadi acuan bank-bank umum menentukan bunga simpanan dan pada giliran berikutnya bunga pinjaman. Dengan demikian, Bank Indonesia memiliki salah satu instrumen untuk mengendalikan jumlah uang beredar (JUB). Pengelolaan JUB menjadi salah satu instrumen pengendalian inflasi.
BI-Rate yang dahulu disebut BI7DRR juga dianggap oleh Bank Indonesia memiliki hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang. Sifatnya transaksional atau diperdagangkan di pasar, dan mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya penggunaan instrumen repo.
Penguatan demikian merupakan hal umum yang dilakukan oleh berbagai bank sentral dan diakui sebagai best practice internasional dalam melaksanakan operasi moneter. Penggunaan instrumen ini diharapkan oleh Bank Indonesia memiliki tiga dampak utama.
Pertama, menguatnya sinyal kebijakan moneter dengan BI-Rate atau BI7DDR sebagai acuan utama di pasar keuangan. Kedua, meningkatnya efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan. Ketiga, terbentuknya pasar keuangan yang lebih dalam, khususnya transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di Pasar Uang Antar-Bank (PUAB) untuk tenor 3-12 bulan.
Pada prinsipnya, Bank Indonesia akan menerapkan kebijakan moneter ketat atau suku bunga acuan saat terjadi lonjakan inflasi, stabilitas nilai tukar terganggu atau saat tingkat suku bunga global melonjak. Bisa dikatakan ketika ada ancaman inflasi meningkat tinggi, BI cenderung menaikkan suku bunga.
Sebagai contoh, suku bunga acuan tertinggi pernah ditetapkan sebesar 12,75% selama Desember 2005 hingga April 2006. Kemudian pada saat terdampak krisis keuangan 2008, BI Rate naik secara bertahap dari 8% menjadi 9,5% pada Oktober 2008.
Dalam kondisi normal, BI-Rate konsep lama maupun baru, cenderung diturunkan secara perlahan. Dalam konsep lama, sempat cukup lama di level 5,75–7,75%. Sedangkan dalam konsep baru (BI7DDR) mencapai tingkat terendah dan stabil periode Februari 2021–Juli 2022 di level 3,50%.
Secara perlahan BI menaikan kembali hingga mencapai 6,0% sejak Oktober 2023 sampai dengan Maret 2024. Hal itu terutama karena pengaruh meningkat dan masih tingginya suku bunga the Fed. Perkembangan terkini membuat dinaikan lagi menjadi 6,25% pada April 2024, yang merupakan level tertinggi sejak Agustus 2016. []