Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) merupakan data penting yang menunjang penghitungan kemiskinan nasional oleh BPS.
BADAN Pusat Statistik (BPS) mengukur kemiskinan dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Batas kemampuan itu direpresentasikan oleh Garis Kemiskinan (GK), artinya penduduk miskin adalah orang yang pengeluarannya di bawah garis. GK nasional pada Maret 2024 sebesar Rp582.932 per kapita per bulan. GK wilayah perkotaan sebesar Rp601.871, dan GK wilayah perdesaan sebesar Rp556.874.
Secara teoritis, BPS menentukan GK terlebih dahulu, baru kemudian menghitung jumlah penduduk yang berada di bawah dan di atasnya. Penentuan GK dimulai dengan membuat GK sementara dan dari data survei dan data penunjang lainnya, ditetapkanlah GK definitif.
Dalam praktik, pengumpulan data penduduk miskin dilakukan secara bersamaan dengan penentuan GK. Hanya urutan pengolahan disesuaikan kerangka teoritis. Penduduk yang disurvei tidak berarti akan seluruhnya berkategori miskin, lebih merupakan data penduduk di sekitar GK sementara.
Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Modul Konsumsi dan Kor yang dilaksanakan pada bulan Maret juga. Susenas Maret termasuk kegiatan BPS yang cukup besar, respondennya mencapai sekitar 300.000 rumah tangga. Dipakai pula hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD), untuk memprakirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok non-makanan.
Garis Kemiskinan berubah sesuai data Susenas waktu bersangkutan. Nilainya sejauh ini selalu meningkat. Terutama karena terjadinya inflasi pada “komoditas pengukur kemiskinan”, serta faktor perubahan pola konsumsi. Sebelum tahun 2007, hanya ada informasi data GK perkotaan dan GK perdesaan.
Sebagai contoh, GK Nasional Maret 2024 (Rp582.932) meningkat sebesar 5,90% dibanding Maret 2023 (Rp550.458). Jika dibandingkan tingkat inflasi umum pada waktu yang sama, kenaikan harga yang langsung dihadapi oleh penduduk miskin ternyata lebih tinggi. Kecenderungan kenaikan GK melampaui inflasi umum terus berlangsung, bisa diartikan inflasi yang dihadapi penduduk miskin lebih tinggi dibanding yang tidak miskin.
GK merupakan penjumlahan dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). GKM adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari. GKM nasional pada Maret 2024 sebesar Rp433.906 per kapita per bulan.
GKBM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. GBKM pada Maret 2024 sebesar Rp149.026 per kapita per bulan.
Oleh karena secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia pada Maret 2024 memiliki 4,78 orang anggota. Dapat dikatakan bahwa Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp2.786.415 per rumah tangga miskin per bulan. [adj]