Belanja Negara pada APBN 2025 mencapai Rp3.621,31 triliun, terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp2.701,44 triliun dan Transfer Ke Daerah (TKD) sebesar Rp919,87 triliun, dengan peningkatan porsi TKD yang mencakup berbagai dana penting untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal.
BELANJA Negara pada APBN 2025 sebesar Rp3.621,31 triliun terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama, Belanja Pemerintah Pusat yang sebesar Rp2.701,44 triliun, yang telah dijelaskan pada tulisan sebelumnya. Kelompok kedua adalah Transfer Ke Daerah (TKD) sebesar Rp919,87 triliun.
Transfer ke Daerah biasa didefinisikan sebagai bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan sejak tahun 2015, ditambahkan dengan Dana Desa.
TKD APBN 2025 meningkat sebesar 6,53% dibanding realisasi sementara APBN 2024 yang sebesar Rp863,5 triliun. Namun, realisasi sementara 2024 justeru tumbuh -2,03% atau kontraksi dibanding tahun 2023. Kontraksi sebelumnya hanya terjadi pada 2020 saat pandemi.
Sebelum pandemi Covid-19, TKDD selalu mengalami kenaikan tiap tahun. Laju kenaikan fluktuatif. Laju kenaikan tertinggi pada era Jokowi I terjadi pada tahun 2016 yang mencapai 13,98%. Setelahnya cenderung melambat dan tak pernah mencapai di atas 8%.
Laju kenaikan TKD juga lebih lambat dibanding laju totak belanja dan belanja pemerintah pusat. tersebut memb TKDD terus mengalami kenaikan, namun lajunya masih lebih lambat dari kenaikan belanja pemerintah pusat. Akibatnya, porsi TKD atas belanja negara cenderung turun.
Semangat reformasi dan didukung oleh peraturan perundang-undangan, porsi TKD langsung naik dari 14,93% (2000) menjadi 23,73% (2001) dan 30,48% (2022). Setelahnya selalu di atas 30%, dan sempat mencapai 38,10% pada 2016. Kemudian cenderung turun hingga hanya sebesar 25,40% pada APBN 2025, yang tercatat sebagai terendah sejak 2002.
Rincian Transfer ke Daerah pada APBN beberapa kali mengalami perubahan penyebutan atau numenklatur. Pada APBN 2024 dirinci menjadi 7 kelompok, yaitu: Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan DIY, Dana Desa, dan Dana Insentif Khusus.
Dana Bagi Hasil adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah. Serta kepada Daerah lain non-penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. Nilainya pada APBN 2025 sebesar Rp192,81 triliun atau 20,90% dari TKD.
Dana Alokasi Umum adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar daerah. Nilainya pada APBN 2025 sebesar Rp446,63 triliun atau 48,55% dari TKD.
Dana Alokasi Khusus adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya tetah ditentukan oleh Pemerintah. Nilainya pada APBN 2025 sebesar Rp185,24 triliun atau 20,14% dari TKD.
Dana Desa adalah bagran dari TKD yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Nilainya pada APBN 2025 sebesar Rp71 triliun atau 7,72% dari TKD.
Dana Otonomi Khusus adalah bagian dari TKD yang dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai otonomi khusus. Nilainya pada APBN 2025 sebesar Rp17,52 triliun atau 1,9% dari TKD.
Ada pula Dana Keistimewaan DI Yogyakarta sebagai bentuk pengakuan dan dukungan keistimewaan sebesar Rp1,2 triliun. Kemudian, ada Dana Insentif Fiskal yang diberikan kepada Daerah atas pencapaian kinerja berdasarkan kriteria tertentu, sebesar Rp6 triliun. [Luk]