Ada sebanyak tujuh jenis penerimaan perpajakan dalam APBN.
PENDAPATAN negara yang ditargetkan RAPBN 2025 sebesar Rp2.996,87 triliun, terdiri dari Penerimaan Perpajakan (Rp2.490,91 triliun), Penerimaan Negara Bukan Pajak (Rp505,38 triliun), dan Penerimaan Hibah (Rp581 miliar).
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung. Acuan hukum yang lebih tinggi tercantum pada UUD 1945 Pasal 23A. Disebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. Contohnya antara lain adalah: perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional. Saat ini, penerimaan pajak dalam negeri terdiri atas penerimaan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) dan PPnBM, pajak bumi dan bangunan (PBB), cukai, dan pajak lainnya. Sementara itu, penerimaan pajak perdagangan internasional terdiri atas bea masuk dan bea keluar.
Dari rincian tadi, dapat pula dikatakan bahwa ada tujuh jenis penerimaan perpajakan dalam APBN. Pertama, pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak. Subjek pajak dari PPh antara lain adalah:
- Orang pribadi
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak,
- Badan
- Bentuk usaha tetap
- Pertambangan dan penggalian sumber alam
- Dan lain sebagainya
Pajak Penghasilan ditargetkan RAPBN 2025 sebesar Rp1.209,29 triliun, atau sekitar 48,55% dari total penerimaan perpajakan yang sebesar Rp2.490,91 triliun. Targetnya dalam APBN 2024 yang sedang berjalan ini sebesar Rp1.139,78 triliun. Dengan demikian, ditargetkan naik sebesar 6,10%.
Kedua, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang sebenarnya merupakan dua jenis pajak, namun masuk ke dalam jenis pajak konsumsi dan memiliki karakter yang hampir sama.
Salah satu perbedaannya, PPN dikenakan pada setiap mata rantai produksi dan distribusi, sedangkan PPnBM hanya dikenakan satu kali saja yaitu pada saat impor atau pada saat penyerahan barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah oleh pengusaha kena pajak pabrikan BKP tersebut.
PPN dan PPnBM ditargetkan RAPBN 2025 sebesar Rp945,12 triliun atau sekitar 37,94% dari total penerimaan perpajakan. Targetnya dalam APBN 2024 yang sedang berjalan ini sebesar Rp811,37 triliun. Dengan demikian, ditargetkan naik cukup signifikan, yakni sebesar 16,48%.
Ketiga, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang merupakan pajak yang ditentukan oleh keadaan objek, yaitu bumi dan atau bangunan. Keadaan subjek atau siapa yang membayar tidak menentukan besarnya pajak. Contoh dari objek PBB yang masuk dalam APBN atau pemerintah pusat, antara lain jalan tol, anjungan minyak lepas pantai, pipa minyak, dan lain sebagainya.
PBB ditargetkan RAPBN 2025 sebesar Rp27,11 triliun atau hanya 1,09% dari total penerimaan perpajakan.Targetnya dalam APBN 2024 yang sedang berjalan ini hampir setara, yaitu sebesar Rp27,11 triliun.
Keempat, cukai yang merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang yang memiliki karakteristik tertentu, antara lain agar konsumsi dan peredarannya bisa dikendalikan. Contohnya: hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol, dan etil alkohol.
Cukai ditargetkan RAPBN 2025 sebesar Rp244,20 triliun atau sekitar 9,80% dari total penerimaan perpajakan. Target itu sedikit lebih rendah dari APBN 2024 yang sedang berjalan yang sebesar Rp246,08 triliun.
Kelima, pajak Lainnya yang terdiri atas bea meterai, bunga penagihan PPh, bunga penagihan PPN, bunga penagihan PPnBM serta pendapatan penjualan benda meterai. Ditargetkan RAPBN 2025 sebesar Rp7,76 triliun, atau lebih rendah dari target APBN yang sebesar Rp10,55 triliun.
Keenam, bea masuk dikenakan terhadap sebagian barang yang diimpor. Tujuannya antara lain:
- Mencegah kerugian industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang impor tersebut;
- Melindungi pengembangan industri barang sejenis dengan barang impor tersebut di dalam negeri;
- dan lain sebagainya.
Bea masuk ditargetkan RAPBN 2025 sebesar Rp52,94 triliun, atau lebih rendah dari target APBN yang sebesar Rp57,37 triliun.
Ketujuh, bea keluar merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap sebagian barang ekspor. Tujuannya antara lain adalah:
- Menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri;
- Melindungi kelestarian sumber daya alam;
- Mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dan komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional; dan
- Menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri.
Bea keluar ditargetkan RAPBN 2025 sebesar Rp4,47 triliun, atau lebih rendah dari target APBN yang sebesar Rp17,53 triliun. [adj]