Jika kondisi global dan kondisi politik dalam negeri tidak berjalan baik, skenario buruk atas rupiah dapat terjadi.
FAKTOR fundamental yang memengaruhi nilai tukar rupiah pada dasarnya terdiri tiga, yaitu kondisi neraca pembayaran, kondisi pasar aset, dan kondisi paritas. Ketiga faktor tersebut dihubungkan oleh aspek bisnis proses, terutama yang bersifat kelembagaan. Yaitu aspek pasar uang dan pasar modal serta sistem perbankan sebagai pendukung perdagangan mata uang.
Faktor Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) memperlihatkan bahwa arus bersih masuk devisa selama enam tahun terakhir cenderung lebih rendah dibanding sebelumnya. Laju penambahan devisa pun relatif berkurang karena faktor transaksi yang dicatat oleh neraca pembayaran.
Melemahnya faktor fundamental dari NPI dikonfirmasi oleh komponennya. Komponen Transaksi Berjalan atau perdagangan barang dan jasa tercatat kembali defisit pada tahun 2023.
Sedangkan komponen Transaksi Finansial memang masih mencatatkan arus masuk, namun nilainya lebih sedikit dibanding tahun-tahun lalu.
Bagaimanapun, jika berdasar beberapa faktor fundamental maka kemungkinan pelemahan rupiah hanya berlangsung perlahan. Selain neraca pembayaran, faktor fundamental dimaksud antara lain pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga, dan cadangan devisa.
Berdasar berbagai faktor fundamental dan dinamika sejauh ini, maka nilai tukar rupiah kemungkinan berproses menuju keseimbangan baru. Keseimbangan baru tersebut di kisaran Rp16.000–Rp16.500 per dolar.
Faktor Spekulasi & Potensi Arus Modal Keluar
Saat ini dan ke depan nanti, yang sangat perlu diwaspadai adalah faktor spekulasi. Spekulasi terutama ditentukan oleh persepsi risiko yang bersumber pada kondisi global dan dalam negeri. Pemilik modal memang akan menimbang lebih cermat atas keamanan dan keuntungan dalam kondisi yang diwarnai ketidakpastian seperti saat ini.
Secara teknis, cukup banyak modal asing yang saat ini berada di Indonesia bisa keluar secara relatif mudah dan cepat. Ada modal asing berjenis investasi portofolio yang posisinya per akhir tahun 2023 sebesar US$275,21 miliar.
Jenis investasi portofolio pada umumnya bertujuan jangka pendek. Investasi ini berbentuk surat berharga seperti saham dan surat utang—swasta atau negara—yang diterbitkan dan diperdagangkan di pasar finansial terorganisasi.
Ada pula jenis investasi lainnya yang posisinya per akhir tahun 2023 sebesar US$171,10 miliar. Jenis investasi lainnya merupakan jenis investasi selain investasi langsung dan portofolio. Bentuk investasinya antara lain: simpanan dan pinjaman di perbankan dan lembaga keuangan, utang piutang dagang, surat berharga jangka pendek yang tidak melalui pasar modal, dan lain-lainnya.
Jenis investasi portofolio dan investasi lainnya secara teoritis dan teknis mudah dan bisa berlangsung cepat untuk masuk dan keluar. Tentu tidak seluruh jenis investasi portofolio dan investasi lainnya bisa demikian, namun sebagian cukup besarnya secara teoritis dimungkinkan keluar dalam waktu hitungan beberapa pekan atau bulan.
Sebenarnya tren arus modal asing keluar telah berlangsung, namun dalam besaran nilai yang masih relatif sedikit. Sebagai contoh, berdasarkan data transaksi 16–18 April 2024, maka nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp21,46 triliun. Terdiri dari jual neto Rp9,79 triliun di pasar SBN, jual neto Rp3,67 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp8,00 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Selama tahun 2024 sampai dengan 18 April 2024, asing telah jual neto sebesar Rp38,66 triliun di pasar SBN. Meskipun masih tercatat beli neto Rp15,12 triliun di pasar saham dan beli neto Rp12,90 triliun di SRBI.
Dapat ditambahkan dengan modal penduduk Indonesia yang cenderung ikut keluar jika modal asing melakukan. Selama ini memang sudah terjadi kecenderungan terjadi peningkatan arus keluar modal penduduk Indonesia.
Faktor peningkatan ketidakpastian politik dan keuangan global saat ini dapat saja memicu perilaku spekulasi atau motif berjaga-jaga. Tingginya yield surat utang Indonesia belum tentu bisa menahan agar modal bertahan.
Jika terjadi arus keluar modal neto mencapai US$30 miliar atau Rp500 triliun kisaran selama satu bulan, maka terjadi apa yang disebut arus balik modal secara mendadak (sudden reversal). Disebut arus balik karena selama ini kecenderungan netonya bersifat masuk. Jika terjadi, maka nilai tukar rupiah bisa melemah drastis hingga Rp20.000.
Posisi cadangan devisa Indonesia per akhir Maret 2024 memang masih sebesar US$140,39 miliar. Namun telah terjadi penurunan dibanding akhir Desember 2023 yang mencapai US$146,38 miliar. Namun perlu dipahami bahwa cadangan sebesar itu tak seluruhnya tersedia “likuid” memenuhi permintaan dolar jika terjadi sudden reversalseperti dicontohkan tadi.
Secara umum, penulis masih berpandangan nilai tukar rupiah hanya akan menuju keseimbangan baru di kisaran Rp16.000–Rp16.500 selama dua tiga bulan ke depan. Namun, jika kondisi global makin bergejolak serta ditambah tidak kondusifnya kondisi ekonomi dan politik dalam negeri, maka skenario buruk dapat terjadi. Arus modal dapat saja keluar Indonesia secara besar-besaran. []