Nilai ekspor dan impor barang secara rutin disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
SEBAGIAN barang yang diproduksi penduduk Indonesia dikonsumsi oleh penduduk asing. Sebaliknya, terdapat produksi asing yang dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Terjadi transaksi perdagangan internasional yang perkembangannya dapat dicermati dari sudut pandang Indonesia.
Penjualan barang yang dicatat sebagai ekspor mendorong apa saja yang dapat diproduksi dalam perekonomian domestik. Ekspor memberi kontribusi positif dalam pertumbuhan ekonomi. Pada saat bersamaan mampu menyerap tenaga kerja dan memberi pendapatan bagi sebagian rakyat yang terlibat dalam produksi.
Hasil ekspor berupa devisa memberi kemampuan atau daya beli untuk impor. Sebagian barang dan jasa impor memang untuk konsumsi, namun sebagiannya lagi dipakai untuk menambah kemampuan berproduksi.
Nilai ekspor dan impor barang secara rutin disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dengan sumber utama Ditjen Bea dan Cukai. Nilai ekspor seluruh barang selama satu tahun pada 2023 sebesar US$258,80 miliar. Nilai itu bersifat free on board (FOB) di pelabuhan atau bandara Indonesia sebagai negara penjual.
Sedangkan nilai impor seluruh barang selama satu tahun pada 2023 sebesar US$221,89 miliar. Nilai itu bersifat cost, insurance and freight (CIF), harga ketika telah sampai di Indonesia. Artinya telah memasukan berbagai biaya impor, seperti biaya pengapalan dan premi asuransi.
Nilai ekspor melebihi nilai impor pada tahun 2023 sebesar US$36,91 miliar. Neraca perdagangan barang Indonesia dikatakan mengalami surplus.
Neracanya tidak selalu mengalami surplus, melainkan pernah juga defisit pada tahun tertentu. Di masa lampau memang selalu surplus, namun sejak tahun 2012 sempat mengalami defisit, meski tidak terlampau lebar.
Kebutuhan analisis dan pertimbangan kebijakan, BPS membagi dua kelompok utama barang, yaitu minyak dan gas (migas) dan nonmigas. Pembedaan ini memang menjadi salah satu kebiasaan dalam analisis ketika peran migas makin menurun dalam total ekspor Indonesia. Hal itu seiring dengan penurunan tingkat produksi serta peningkatan konsumsi domestik dari minyak bumi.
Surplus Neraca Perdagangan Nonmigas mencapai US$56,82 miliar pada tahun 2023. Diperoleh dari selisih nilai ekspor sebesar US$242,87 miliar dan nilai impor sebesar US$186,06 miliar. Surplus itu terbilang masih besar meski menurun dibanding tahun 2022 yang menciptakan rekor selama ini.
Sementara itu, Neraca Perdagangan Migas justeru mengalami defisit sebesar US$19,91 miliar pada tahun 2023. Diperoleh dari selisih nilai ekspor sebesar US$15,92 miliar dan nilai impor sebesar US$35,83 miliar.
Neraca perdagangan migas selalu defisit sejak tahun 2012. Pada tahun-tahun sebelumnya selama lebih hampir empat dekade selalu mengalami surplus, kecuali tahun 2008 yang defisit tipis. Defisit selama beberapa tahun terakhir cenderung makin lebar. []